PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) kembali menggelar sidang lanjutkan atas gugatan yang diajukan oleh Rosdiansyah Rasyid terhadap keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pangkalpinang, terkait penetapan perolehan suara kembar di Dapil IV Gerunggang, pada Pemilu Legislatif 2024 lalu.
Agenda sidang kali ini adalah replik atau tanggapan balasan oleh pihak penggugat setelah menerima jawaban dari pihak tergugat. Sidang digelar pada Rabu (10/7/2024) yang digelar secara online atau e-court.
"Untuk isi agenda sidangnya hanya menyerahkan Replik Penggugat terhadap jawaban Tergugat dan Tergugat II Intervensi seperti yang sudah ada di SIPP PTUN Pangkalpinang," ujar Humas PTUN Pangkalpinang.
Dilansir dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PTUN Pangkalpinang, gugatan tersebut sebelumnya didaftarkan pada 31 Mei 2024 dalam nomor perkara 8/G/2024/PTUN.PGP.
Isi petitum gugatan dalam penundaan tersebut yaitu memerintahkan kepada Tergugat untuk menunda pelaksanaan keputusan KPU Kota Pangkalpinang Nomor 184 Tahun 2024/2 Mei 2024 tentang penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kota Pangkalpinang Tahun 2024, dalam daerah pemilihan 4, dengan nomor urut 5 atas nama Sumardan, S.H. (Partai Demokrat) dengan segala akibat hukumnya sampai dengan keputusan ini berkekuatan tetap.
Adapun dalam pokok perkaranya, pertama adalah mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya, menyatakan batal atau tidak sah Keputusan KPU Pangkalpinang Nomor 184 tentang penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kota Pangkalpinang Tahun 2024, dalam daerah pemilihan 4, dengan nomor urut 5 atas nama Sumardan, S.H.
Dalam sidang dengan agenda Replik Penggugat terhadap jawaban Tergugat dan Tergugat II Intervensi, Rosdiansyah Rasyid selaku penggugat melalui kuasa hukumnya, Dr. Kurniawansyah S.H., M.H, merespon jalannya sidang lanjutan tersebut.
"Di dalam persidangan inilah akan diuji apakah TPS merupakan tafsiran dari sebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang atau hanya terbatas pada kelurahan," ujarnya.
Kurniawansyah sebelumnya menyampaikan bahwa di dalam agenda persidangan terjadi silang pendapat terkait apakah Objek Sengketa a quo masuk dalam ranah kewenangan dari Mahkamah Konstitusi atau merupakan Objek Sengketa Proses Pemilu adalah hal yang lumrah.
Dia menyebut hal demikian dianggap lumrah dan wajar saja, karena kalau berbicara terkait kewenangan dari Mahkamah Konstitusi, Objek Sengketa a quo bukanlah sengketa terkait selisih hasil Pemilu apalagi dianggap sebagai Objek Sengketa Proses Pemilu.
Diungkapkannya, bahwa dikarenakan objek sengketa proses pemilu bersifat limitatif dan hanya terbatas pada segala hal yang telah diatur dalam ketentuan Pasal 1 ayat 11 Perma Nomor 5 tahun 2017 dan Pasal 470 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Perlu ditegaskan kembali lagi, bahwa objek sengketa a quo merupakan ranah hukum administrasi negara yang mana hal tersebut merupakan kewenangan absolut dari Pengadilan Tata Usaha Negara," kata dia, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (10/7/2024).
Kurniawansyah menjelaskan, dikarenakan KPU Kota Pangkalpinang merupakan Badan Tata Usaha Negara yang menerbitkan Keputusan KPU Kota Pangkalpinang Nomor 184 Tahun 2024/2 Mei 2024 tentang penetapan calon terpilih Anggota DPRD Kota Pangkalpinang Tahun 2024, dalam daerah pemilihan 4, dengan nomor urut 5 tidak mengacu kepada ketentuan Pasal 29 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 6 tahun 2024.
"Dalam hal ini KPU Kota Pangkalpinang telah menerbitkan norma baru yakni TPS sebagai sebaran wilayah perolehan suara," katanya.
"Sehingga tindakan KPU Kota Pangkalpinang telah bertentangan dengan ketentuan Pasal 75 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yakni “untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dapat menetapkan Keputusan dengan berpedoman pada Keputusan KPU dan Peraturan KPU,” ujarnya.
Kuasa hukum penggugat menegaskan kembali di dalam persidangan inilah akan diuji apakah TPS merupakan tafsiran dari sebaran wilayah perolehan suara yang lebih luas secara berjenjang atau hanya terbatas pada kelurahan.
Dijelaskan Kurniawansyah, dikarenakan dalam ketentuan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024 pada Pasal 29 ayat (1) jelas hanya mengatur pada frase kalimat “persebaran wilayah lebih luas secara berjenjang” dalam hal menetapkan Calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih calon dengan perolehan suara sah yang sama dan memiliki korelasi substansi yang sama pada ketentuan sebelum diberlakukan Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024 yakni Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2019 Pasal 13 ayat (2) yakni mengacu pada frase kalimat "persebaran wilayah lebih luas secara berjenjang”.
Namun beda halnya, kata Kurniawansyah, saat diberlakukannya Peraturan KPU Nomor 29 Tahun 2013 terkait perihal penetapan Calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih Calon dengan perolehan suara sah yang sama diatur pada ketentuan Pasal 42 ayat (2) yang dibatasi pada frase kalimat “berdasarkan jumlah dukungan suara yang lebih banyak persebarannya”.
Ia menegaskan, sangat jelas sekali perbedaan norma yang mengatur terkait perihal penetapan Calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih Calon dengan perolehan suara sah yang sama antara Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024 pada ketentuan Pasal 29 ayat (1) dengan Peraturan KPU Nomor 29 Tahun 2013 pada ketentuan Pasal 42 ayat (2).
"Sehingga dengan menetapkan Calon terpilih anggota DPRD Kabupaten/Kota apabila terdapat 2 (dua) orang atau lebih Calon dengan perolehan suara sah yang sama dengan mengacu kepada persebaran perolehan suara di TPS telah keliru dan salah karena Peraturan KPU Nomor 29 Tahun 2013 telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi pada saat diberlakukannya Peraturan KPU Nomor 6 Tahun 2024, tukas beliau," katanya.
Sementara itu, Kuasa Hukum KPU Pangkalpinang, Jaka, menyampaikan akan memberikan keterangan soal tanggapan atas jalannya sidang lanjutan yang ditanganinya tersebut pada sidang selanjutnya yang digelar secara offline.
"Nanti pas sidang offline saja ya. Kemungkinan tanggal 24 sidang offline," ujar Jaka.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait