Ustadz Ammi mengatakan, hal ini karena mata uang kuno tidak lagi menjadi alat tukar, dan masyarakat juga tidak lagi menerimanya sebagai alat jual beli yang sah. Dimana nilai tukarnya setiap waktu yang ditentukan akan berbeda serta berubah-ubah.
"Karena itu hukumnya diperbolehkan meskipun ada selisih," katanya.
Sementara itu, menurut fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Surat Fatwa Nomor 28/DSN-MUI/III/2002 tentang Jual Beli Mata Uang (AL-Sharf), yaitu:
Transaksi jual beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Tidak untuk spekulasi (untung-untungan)
b. Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga (simpanan)
c. Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai (attaqabudh)
d. Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar (kurs) yang berlaku pada saat transaksi dilakukan dan secara tunai
Editor : Muri Setiawan