PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Asosiasi Industri Tambang Indonesia (AITI) mempertanyakan nomenklatur SHP atau Sisa Hasil Pertambangan, yang saat ini digunakan oleh PT. Timah untuk melegitimasi aktifitas penambangan yang dilakukan oleh penambang yang tidak memiliki kualifikasi memadai, mulai dari standarisasi peralatan, tidak mengindahkan K3 hingga ketiadaan pengawas tambang dalam pelaksanaan kegiatan penambangan bijih timah.
Hal ini disampaikan Ketua AITI, Ismiryadi atau yang biasa dipanggil Dodot, saat ditemui di tempat kerjanya, Selasa, 22 November 2022.
Dikatakan Ismiryadi, kunci utama untuk memperbaiki tata kelola pertimahan yang baik, adalah kejujuran dan siap bersaing dengan sesama pelaku industri pertimahan. Penerapan pola-pola mengelabui kondisi dan peraturan yang sudah ada, justru hanya akan menciptakan benang kusut dan keruwetan-keruwetan, dalam tata kelola pertimahan yang semestinya menyejahterakan masyarakat Babel.
Dicontohkan oleh mantan Ketua DPRD Provinsi Babel ini, aktifitas penambangan yang dilabeli SHP (Sisa Hasil Produksi) dinilainya hanya merupakan akal-akalan, untuk mengakomodir mitra-mitra yang tidak cukup memiliki kualifikasi namun tetap diberikan akses untuk menambang.
Sedangkan Nomenklatur dari SHP sendiri, seharusnya tidak bisa dimaknai sebagai ijin menambang dan tidak bisa disamakan dengan SPK (Surat Perintah Kerja).
"SHP itu sendiri, tolong dicatat, pemahamannya kan Sisa Hasil Produksi. Pertanyaan saya, siapa yang memproduksi? Kan mudah kita mengurutkannya. Masalah SPK, Surat Perintah Kerja, kerja apa? apakah kerjanya SHP atau kerja nambang?. Karena setahu saya, saya dulu pernah jadi mitra PT. Timah, SHP ini "tanda kurung" pengangkutan bukan penambangan. Jadi SHP IP-IP PIP itu, SHP dalam bentuk apa?," kata Ismiryadi alias Dodot.
Editor : Muri Setiawan