William mengaku keberhasilan Astra tidak terlepas berkat ada kebijaksanaan Pemerintah Orde Baru, yang memberi angin sejuk kepada dunia usaha untuk berkembang. Salah satu contohnya tahun 1968-1969, Astra diperkenankan memasok 800 kendaraan truk merek Chevrolet.
Kebetulan, saat itu pemerintah sedang mengadakan program rehabilitasi besar-besaran. Saking banyaknya yang membutuhkan, kendaraan truk itu laris bak pisang goreng. Apalagi, ketika itu terjadi kenaikan kurs dolar, dari Rp141 menjadi Rp378 per dolar AS. Hal inilah yang membuat bisnisnya semakin melejit hingga William berpikir untuk memproduksi sendiri produk sebelum dijual ke masyarakat luas.
Tak selalu berjalan mulus, William kembali melewati masa sulit saat harus menjual seluruh sahamnya guna memenuhi kewajiban pembayaran ke Bank Summa. Di bank ini William mengantongi 60 persen saham yang dibagi rata dengan Edward, anaknya.
Namun sayangnya Edward kurang berhati-hati dalam menjalankan roda usaha perbankan itu karena terlalu royal dalam mengumbar kredit. Akibatnya, tahun 1992 bank ini dilanda utang yang begitu besar dan untuk melunasinya, terpaksa William harus melepas kepemilikannya di Astra.
Selain pekerja keras, dia juga peduli terhadap sesama. Dia juga peduli dengan dunia pendidikan di Indonesia. Saat itu ia merelakan tanah di Cilandak, Jakarta Selatan terjual dengan harga miring untuk pembangunan gedung Institut Prasetya Mulya.
Dia dikenal juga dengan sosok yang religius dan selalu menekankan bahwa keberhasilan yang diperoleh berkat rahmat tuhan. William Soeryadjaya wafat di tahun 2010.
Itulah kisah sukses William Soeryadjaya, pemilik perusahaan otomotif terbesar di Indonesia, PT Astra International Tbk. Semoga memberi inspirasi bagi Anda!
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait