”Para prajurit TNI harus mulai dipersiapkan mampu berinteraksi dengan sesama prajurit yang asalnya 100% manusia, 50% robot, dan bahkan yang berasal 100 % robot. Oleh sebab itu sangat penting bagi TNI untuk merekrut para pemuda dan pemudi yang memiliki intelijensi tinggi,” katanya.
Terkait dengan alutsista, sambung Nuning, pada prinsipnya pembenahan alutsista sebelum Minimum Essential Force (MEF) ditujukan untuk efisiensi sedangkan setelah MEF ditujukan untuk optimalisasi yang mencakup efektivitas dan efisiensi.
Nuning menjabarkan, pembenahan alutsista TNI setelah MEF membutuhkan profesionalitas prajurit TNI dari ketiga angkatan yang terintegrasi. Artinya, sistem pendidikan dan latihan (Diklat) prajurit TNI harus dibenahi sesuai dengan operational requirement dan technical specification.
Sedangkan, alutsista yang diadakan setelah MEF maka pendidikan dan latihan (Diklat) TNI harus menerapkan standar dan kriteria profesionalitas prajurit TNI yang baru sesuai parameter alutsista yang terintegrasi.
”Pembenahan alutsista yang terintegrasi dan pembenahan kompetensi dan kapasitas tempur prajurit TNI sesuai alutsista baru tersebut berujung pada pembenahan organisasi TNI,” kata Nuning.
Kualitas prajurit TNI berikutnya yang harus ditingkatkan adalah kemampuan akademik baik di bidang metodologi cara berpikir maupun di bidang komunikasi. Kualitas metodologi cara berpikir secara ilmiah sangat dibutuhkan para prajurit TNI untuk senantiasa menggunakan perspektif yang ilmiah di dalam menyelenggarakan operasi militer.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait