PANGKALPINANG, lintasbabel.id - Sidang perkara dugaan pemalsuan surat tanah dalam bentuk Surat Keterangan Hak Usaha Atas Tanah (SKHUAT) Nomor 40 Tahun 1996, kembali digelar di Pengadilan Negeri Pangkalpinang, dengan agenda mendengar keterangan terdakwa, Senin (25/7/2022). Dalam persidangan, terdakwa Bastian Zulkifli, malah membantah keterangannya di Berkas Acara Pemeriksaan (BAP).
Ada beberapa poin BAP yang dibantah Bastian, padahal BAP tersebut telah ditandatanganinya sendiri. Diantara poin bantahan tersebut, terkait penandatanganan SKHUAT dilakukan empat hingga lima hari setelah surat diterbitkan. Melainkan dua minggu setelah surat diterbitkan.
"Saya ke kantor kecamatan itu setelah mendapat tanda tangan istri saya, Haji Hormen, Iskandar baru kekantor camat," ujar Bastian.
Atas perbedaan antara BAP dan keterangan terdakwa tersebut, Ketua Majelis Hakim Mulyadi lalu mempertanyakan kondisi kesehatan Bastian saat di BAP.
"Ada banyak sekali yang kurang cocok. Sedangkan dipenyidikan setelah dua hari kemudian langsung ke kecamatan, baru minta keterangan saksi. Saudara terdakwa waktu memberi keterangan apakah sehat atau gimana? keterangan sudah dibacakan? Artinya keterangan tidak ada paksaan, memang keluar dari saudara?," tanya Hakim Ketua.
Menurut Bastian, perbedaan keterangan antara persidangan dengan BAP lantaran waktu BAP dibacakan ia yang didampingi kuasa hukum tidak mendengar secara penuh, karena dipanggil-panggil penyidik.
"Saya ingin memperbaiki pernyataan, waktu itu saya tidak konsen, karena saya dipanggil-panggil penyidik," kata Bastian.
Selain mendengarkan keterangan saksi terdakwa, majelis hakim juga mendengarkan keterangan saksi ahli tindak pidana yang dihadirkan penasehat hukum terdakwa, yakni Prof. Dr. Said Karim, SH. MH, MSi Guru Besar Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar.
Dalam keterangannya, saksi ahli menuturkan akan menjadi sesat jika SKHUAT milik terdakwa Bastian dinyatakan palsu hanya karena tidak teregister.
"Berkenaan surat SKHUAT ini, karena tidak ada atau tidak ada buku register sehingga surat diduga palsu, itu kesimpulan sesat," ucap Said.
Selain itu, menurut saksi ahli, keterangan saksi Hormen yang berdiri sendiri tanpa didukung saksi lainnya, maka bukanlah saksi, rapuh dan tidak kuat.
"Kedudukan seorang saksi yang berdiri sendiri tanpa didukung saksi lainnya, satu saksi bukanlah saksi, rapu dan lemah dan tidak kuat. Namun demikian kewenangan ada di tangan majelsi hakim," tutur Said.
Atas keterangan saksi ahli tersebut, Majelis Hakim, mempertanyakan siapa yang membuat saksi berdiri sendiri. Ketika keempat saksi yang menandatangani SKHUAT tersebut, semua menandatangani secara terpisah.
"Untuk menyikapi suatu kesaksian apakah berbarengan atau sendiri - sendiri. Disini ada empat saksi dilakukan ditempat berbeda, otomatis jadi berdiri sendiri," kata Majelis Hakim Mulyadi.
Atas pertanyaan tersebut, saksi ahli menjawab jika penandatangan ini berbeda dengan penandatanganan pelantikan, yang sudah dibubuhkan tanda tangan terlebih dahulu. Sedangkan tanda tangan saksi SKHUAT ada keterlambatan, karena saksi tidak berada di rumah, sehingga tanda tangan tidak dapat dilakukan bersamaan, dan dengan adanya terlambat tidak menjadi dasar bahwa surat itu palsu.
"Menurut pendapat saya, dengan seorang saksi memberi keterangan berbeda pada tanda tangan tersebut tidak dapat dijadikan pandangan palsu," ujarnya.
Hakim kemudian menanyakan kembali pada saksi ahli, apakah ada pendapat tentang tanda tangan tidak langsung, serta stampel produk printer yang dibubuhkan pada SKHUAT berdasarkan keterangan ahli forensik.
"Terkait SKHUAT ada hasil uji forensik yang mengatakan bahwa tanda tangan camat, bukan tanda tangan langsung dan kemudian stampel kecamatan yang ada di SKHUAT hasil produk printer. Apakah substansi surat tersebut dikatakan asli atau tidak palsu," ujar majelis.
"Itu kewenangan ahli forensik," ucap saksi ahli.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait