ZAKAT di Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang. Pada zaman penjajahan, zakat memiliki peran penting bagi kemerdekaan.
Dalam buku Panduan Zakat Praktis Kementerian Agama, pada masa penjajahan Belanda, dana filantropi, termasuk zakat, menjadi salah satu sumber pendanaan perjuangan.
Menurut Saifuddin, Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, dalam makalahnya di Jurnal Az Zarqa’, Vol. 12, No. 2, Desember 2020, menjelaskan pemerintah Hindia Belanda sebenarnya bersifat sekuler dan tidak ingin mencampuri urusan keagamaan terlalu jauh. Karena dikhawatirkan akan terjadi gelombang protes dari masyarakat pribumi.
"Sehingga Pemerintah Hindia Belanda menerbitkan peraturan Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905. Inti peraturan tersebut pemerintah Hindia Belanda tidak akan lagi mencampuri urusan pelaksanaan zakat dan sepenuhnya diserahkan kepada umat Islam," tulis Saifuddin.
Meskipun demikian, pada prakteknya pemerintah Hindia Belanda melakukan intervensi. Ini dilakukan ketika melihat bahwa penggunaan dana masjid (filantropi dan zakat) juga digunakan untuk selain membantu fakir miskin.
"Surat Edaran Rahasia 3 Agustus 1901 No. 249 yang berisi perintah untuk mengurangi jumlah dana masjid (filantropi dan zakat) dan peringatan untuk tidak menggunakan dana ini untuk tujuan lain seperti penerangan jalan dan renovasi jembatan," jelas Saifuddin mengutip penelitian Amelia Fauziah tentang Filantropi Islam Sejarah dan Kontestasi Masyarakat Sipil dan Negara di Indonesia.
Editor : Muri Setiawan