BANGKA BARAT, Lintasbabel.iNews.id - Penderita Human Immunodeficiency Virus (HIV) di Kabupaten Bangka Barat (Babar), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), terbilang cukup tinggi, hingga bulan Juni tahun 2024, Dinas Kesehatan mencatat terdapat 86 kasus penyakit yang menyerang kekebalan tubuh itu.
Mirisnya, dari puluhan penderita tersebut, 4 diantaranya adalah anak-anak. Mereka diduga terjangkit dari orang tuanya, dan hal tersebut menjadi perhatian Ketua DPRD Kabupaten Bangka Barat, Marudur Saragih.
Marudur mengatakan, langkah pertama yang dilakukan yakni, segera menjadwalkan pemanggilan Dinas Kesehatan, melalui Komisi I DPRD, akan digelar audiensi pada awal bulan Juli 2024 mendatang.
"Kami akan panggil dinkes, terkait data ini. Karena HIV ini penyakit yang harus dikaji betul-betul, ditelusuri dan diuji. Kita minta segera diintervensi, supaya masalah ini bisa diambil tindakan. Dari mana asalnya agar tidak menyebar luas," katanya, Jumat (28/6/2024).
Menurut Marudur, pemerintah juga harus segera mengambil tindakan, supaya tidak ada rasa khawatir yang berlebihan di tengah masyarakat dan penderita juga harus ditangani secara serius.
"Sehingga masyarakat tidak khawatir di lapangan. Yang kena penyakit ini, juga perlu kita advokasi, berikan bantuan pertolongan supaya mereka bisa kita obati. Pemda juga harus segera ambil tindakan atas persoalan ini," ujarnya.
Tindakan pencegahan yang mungkin bisa dilakukan ada beragam. Karena, Pemda Babar tak bisa bekerja sendiri tentunya. Contoh menggandeng tokoh-tokoh agama, masyarakat dan pemuda. Melakukan sosialisasi akan bahaya HIV ini dan penyebarannya.
"Tentu ini tidak mudah, perlu dukungan dari kelompok-kelompok komunitas masyarakat. Dan informasi ini harus tersampaikan karena ini dampaknya luar biasa. Kita berikan peran seluruh elemen untuk sosialisasi, bahayanya HIV ini seperti apa," kata Marudur.
Marudur juga meminta instansi terkait lebih ketat mengawasi tempat hiburan malam dan lokalisasi yang ada di Kabupaten Bangka Barat.
"Kalau ini sudah terjadi, pemda melalui dinasnya harus turun ke lapangan. Karena kalau kita lihat tempat hiburan malam, lokalisasi kurang kita awasi. Yang kerja juga, kita tidak tahu apakah punya izin kerja di situ, perlu dicari datanya," ucapnya.
Selain itu, mereka yang kerja di tempat hiburan malam terkadang hanya beberapa bulan saja di sini. Kemudian mereka pindah tanpa diketahui apakah membawa suatu penyakit atau tidak. Makanya dalam hal ini, instansi terkait harus bergerak cepat di lapangan.
"Mereka datang ke sini harusnya di tes kesehatannya, pulang pun begitu. Jejak mereka itu perlu kita data betul-betul. Memang harus secara komprehensif ini dilakukan," ujar Marudur.
Editor : Muri Setiawan