Dia mengatakan, bahwa keputusan PSU itu patut dicurigai bermuatan politis bahkan diduga keputusan "pesanan".
"Saat pleno di tingkat kecamatan masih berlangsung kenapa KPU Pangkalpinang ngotot ingin melakukan PSU?. Padahal PPK Bukit Intan tidak memberikan rekomendasi PSU dan diputuskan secara bersama-sama para saksi partai politik saat pleno penghitungan. Hal ini karena memang dari pleno tersebut tidak ditemukan atau tidak terdapat indikasi yang masuk dalam syarat PSU alias clear," ujarnya.
Bahwa dalam aturannya, kata dia, temuan itu seharusnya dimulai dari tingkatan bawah ke atas, bukan malah sebaliknya. Prosedur PSU sendiri sejatinya mengikuti Pasal 373 yaitu Pemungutan Suara Ulang diusulkan oleh KPPS dengan menyebutkan keadaan yang menyebabkan diadakannya pemungutan suara ulang, usul KPPS diteruskan kepada PPK dan selanjutnya PPK lah yang mengajukan rekomendasi kepada KPU.
"Ini terbalik, KPU mengeluarkan keputusan terlebih dahulu padahal PPK tidak mengusulkan, kan kacau dunia persilatan jika KPUnya seperti ini. Kenapa KPU Kota Pangkalpinang terburu-buru dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan PSU?. Tindakan KPU dan Bawaslu dalam melakukan PSU ini tidak melibatkan saksi-saksi Partai peserta Pemilu dan hal ini bukti ketidakpatuhan KPU terhadap peraturan yang mereka buat sendiri yaitu PKPU No 25 tahun 2023 yang menetapkan batas akhir PSU 10 hari setelah pemungutan suara," katanya.
Editor : Muri Setiawan