PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - No Bra Day atau Hari Tanpa Bra yang jatuh pada tanggal 13 Oktober sama sekali bukan bertujuan untuk memamerkan atau menonjolkan organ yang paling menarik dari tubuh perempuan. Hal ini justru merupakan upaya untuk memberi pemahaman tentang bahaya kanker payudara dan sekaligus sebagai bentuk kepedulian terhadap wanita yang menjalani mastektomi atau operasi pengangkatan payudara.
Sebelumnya, pada tanggal 19 Oktober 2011, Dr. Mitchell Brown menggagas Hari Bra Sedunia dengan tujuan yang serupa. Baru kemudian Anastasia Donuts yang pada saat itu sedang mengikuti kegiatan Hari Bra Sedunia justru membuat tagar "No Bra Day" di situs websitenya. Tagar ini pun viral dan diikuti oleh banyak perempuan.
Kemudian muncul gagasan untuk menyatukan kedua hari tersebut menjadi perayaan internasional dengan sebutan No Bra Day (Hari Tanpa Bra) yang diperingati setiap tanggal 13 Oktober, berbarengan dengan Bulan Peduli Kanker Payudara Nasional.
Walaupun bertujuan positif untuk memberikan edukasi dan pemahaman yang baik terhadap ancaman kanker payudara, pola perayaan No Bra Day masih menimbulkan kontroversi.
Pasalnya, peringatan No Bra Day memberikan kesempatan bagi wanita untuk memperlihatkan payudaranya secara bebas di media sosial. Hal ini dinilai tidak berkaitan dengan tujuan edukatif dan justru mengarah pada pornografi yang oleh sebagian negara termasuk Indonesia, masih merupakan pelanggaran hukum.
Terlepas dari pro dan kontranya, sangat penting bagi wanita untuk menggali informasi dan menambah wawasan terkait bahaya kanker payudara. Mengingat kanker masih menjadi penyebab kematian terbanyak kedua setelah penyakit kardiovaskuler.
Di Indonesia sendiri, merujuk data dari Globocan, hingga tahun 2020, tercatat 65.858 orang perempuan mengidap kanker payudara dan 22.430 orang diantaranya meninggal meninggal dunia.
Editor : Muri Setiawan