PANGKALPINANG, lintasbabel.id - Sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan surat tanah di Dusun Mudel, Desa Air Anyir, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) dengan terdakwa Dr Bastian Zulkifli, kembali digelar Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Rabu (13/7/2022). Empat orang saksi dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU), dalam sidang tersebut.
Empat orang saksi yang dihadirkan yakni Agus Hidayat selaku pelapor sekaligus Penasehat Hukum (PH) PT BCM, kemudian Djong Fuk Yung alias Konli selaku Direktur PT BCM, Azan Abdullah selaku Karyawan PT BCM dan Affandi yang pernah bertugas sebagai Penjabat (Pj) Kades Batu Rusa tahun 2021.
Sidang diawali mendengar keterangan saksi pelapor Agus Hidayat. Menurut Agus, awalnya terdakwa Bastian melayangkan somasi pada pihak PT. BCM dan mengklaim lahan yang digarap PT. BCM di jalan Lintas Timur, Desa Air Anyir, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka merupakan lahan miliknya.
Klaim Bastian berdasarkan Surat Keterangan Hak Usaha Atas Tanah ( SKHUAT ) tahun 1996 . Namun ketika diminta menujukkan bukti kepemilikan, Bastian tidak dapat menunjukkan bukti dokumen kepemilikan tersebut pada waktu itu. Sedangkan PT. BCM telah membeli lahan sejak tahun 2007 dari warga sekitar.
Atas somasi tersebut, selaku PH Agus melakukan penelusuran ke Desa Air Anyir yang kemudian bertemu dengan Kades Air Anyir, Samsul Bahri yang menyatakan Surat Keterangan Hak Usaha Atas Tanah ( SKHUAT) atas nama Bastian tidak terdaftar dan tanah milik PT BCM.
Selain ke desa, penelusuran juga dilakukan ke kantor Kecamatan Merawang, dengan jawaban sama, dimana SKHUAT milik Bastian tidak teregister.
"SKHUAT Bastian lahir dari Desa Baturusa saya ke Desa Baturusa. Saya bertanya ke Desa Baturusa, terkait SKHUAT Bastian tidak terdata dan teregister di Desa Baturusa dan Desa Air Anyir," kata Agus.
Saksi Azam Abdullah pun demikian. Ia menuturkan jika di bulan Agustus 2019 PT BCM mulai melakukan penimbunan lahan untuk proyek pembangunan SPBU. Namun di tengah pengerjaan datang saudara Bastian dengan seorang oknum polisi mengakui tanah yang sedang digaraf milik terdakwa Bastian.
"Ada Bastian dan oknum polisi berpakaian preman, mengaku tanah yang ditembok adalah lahan milik Bastian. Saya tanya surat, tidak ada, baru bayar setengah. Saya bilang kalau tanah ini milik bapak buktikan saja karena sertifikat HGB Nomor 10 HGB Nomor 14 punya PT BCM," ujar Azan.
Sedangkan saksi Affandi Pj Kades Baturusa, dihadapan majelis hakim menuturkan jika ia diminta sebagai saksi dengan perkara sengketa lahan, terkait dengan dokumen yang diindikasikan pemalsuan atas nama Bastian.
"Saya baru tahu itu waktu bertemu dengan pak Agus Hidayat di kantor kades Agustus 2021, meminta keterangan tentang dokument SKHUAT no 40 tahun 1996," ujarnya.
Dari hasil penelusuran, Affandi tidak menemukan buku register tahun 1996 yang mencatat SKHUAT yang dimaksud.
"Tidak ditemukan di buku register desa. Kalau yang istilahnya resmi tercantum dan terregister," tutur Affandi.
Atas keterangan para saksi, terdakwa Bastian merasa keberatan. Keberatan yang dimaksud, diantaranya dasar diterbitkan sertifikat oleh BPN ke PT BCM, ganti rugi pembebasan lahan oleh pemerintah ke PT BCM dan keberatan lainnya.
"Saya keberatan mengenai sertifikat lokasi yang diterbitkan BPN ke PT BCM, keberatan atas ganti rugi pembebasan lahan, karena yang menerima ganti rugi PT BCM tapi tanah milik saya," kata Bastian yang mengikuti sidang secara virtual dari dalam Lapas Kelas II A Tuatunu Pangkalpinang.
Editor : Muri Setiawan