“Kami hadir sebagai penasihat hukum yang menerima kuasa dari pemohon grasi untuk dikonsultasikan dan mendapatkan masukan dari Kemenko Kumham Imipas,” ujarnya.
John Ganesha juga menyoroti kontribusi eLPDKP Babel dalam efisiensi APBN melalui upaya hukum luar biasa, seperti peninjauan kembali, yang berdampak pada pengurangan masa pidana antara lima hingga enam tahun. Ia menyebutkan, perkara yang ditangani meliputi enam terpidana mati, 18 terpidana seumur hidup, serta akumulasi pidana 20 tahun.
Menanggapi hal tersebut, Deputi Bidang Koordinasi Hukum Nofli menegaskan bahwa peran Kemenko Kumham Imipas adalah memastikan koordinasi dan sinkronisasi antar kementerian dan lembaga dalam proses pengusulan grasi berjalan optimal.
“Kami memastikan proses koordinasi dan sinkronisasi berjalan dengan baik, sehingga pemohon grasi dapat mengetahui perkembangan pengusulannya di masing-masing kementerian dan lembaga,” ujar Nofli.
Ia menambahkan, seluruh masukan yang disampaikan dalam audiensi akan dicatat dan dilaporkan kepada pimpinan untuk ditindaklanjuti melalui rapat koordinasi lintas kementerian dan lembaga.
Sementara itu, Asisten Deputi Koordinasi Strategi Pelayanan Pemasyarakatan Dwinastiti menjelaskan bahwa pengajuan grasi dapat menjadi salah satu alternatif untuk menekan tingkat hunian lembaga pemasyarakatan. Pengajuan dilakukan oleh warga binaan melalui Kepala Lapas dan UPT setempat.
Staf Khusus Bidang Politik dan Kemasyarakatan Randy Bagasyudha menekankan pentingnya verifikasi data pemohon grasi agar usulan yang diajukan benar-benar memenuhi syarat dan ketentuan hukum. Senada, Staf Khusus Bidang Isu Strategis Karjono menyampaikan bahwa grasi hanya dapat diajukan terhadap perkara yang telah berkekuatan hukum tetap.
Audiensi ini diharapkan dapat memperkuat koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam mewujudkan kebijakan pemasyarakatan yang lebih humanis, berkeadilan, dan akuntabel, serta memastikan proses pengusulan grasi berjalan transparan dan terkoordinasi.
Editor : Haryanto
Artikel Terkait
