Budaya Melayu, Komformitas yang tak pagi Relevan?

Firman
Sumanti, Mahasiswi Jurnalistik Islam IAIN SAS Babel

PANGKALPINANG, Lintasbabel.inews.id - Kata “Melayu” biasanya merujuk pada suatu suku yang ada di Indonesia. Namun kata “Melayu” yang dibicarakan kali ini bukanlah suku, namun suatu budaya yang sudah mengakar dalam kehidupan manusia. 

Kata “Melayu” sering digunakan untuk menggambarkan sikap tidak disiplin seseorang. Bagaimana asal usulnya? Tidak ada yang tahu pasti. 

Mungkin saja karena pencetusnya orang Melayu? Atau karena sikap tidak disiplin seringkali dilakukan oleh orang-orang melayu? 

Sebenarnya tidak. Karena sikap tidak disiplin bukan hanya pada orang Melayu, tapi juga menyebar ke seluruh jajaran masyarakat. Padahal kedisiplinan adalah suatu hal yang sangat dasar dalam apapun. 

Dalam melakukan apapun, disiplin merupakan sikap yang akan menentukan seperti apa hasilnya nanti. Dalam perkembangan zaman seperti saat ini pun kedisiplinan menjadi hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Namun, kenyataannya hal ini malah seringkali diabaikan.

Dulu, disiplin akan selalu diterapkan dan diutamakan dalam hal apapun, termasuk pendidikan. Konsekuensi dan pembelajarannya sangat jelas. 

Saat ini pun sebenarnya masih sama. Yang membedakannya adalah kesadaran orang-orang dalam memahami pentingnya sikap disiplin. Sikap tidak disiplin sudah dianggap biasa dan bahkan menjadi sebuah budaya. Namun, seiring waktu hal ini menjadi kebiasaan dan pemakluman terhadap sikap tidak disiplin. 

Mengapa demikian? Hal ini erat hubungannya dengan istilah konformitas negatif, suatu sikap dimana seseorang mengikuti kelompok atau mayoritas meskipun yang dilakukannya bertentangan dengan nilai, norma serta keyakinannya sendiri. 

Jika orang yang melakukan perilaku  tidak disiplin saat ditanya apakah perbuatannya benar, sebagian besar dari mereka tentu saja akan mengatakan perbuatan mereka salah dan mereka menyadari itu. Lalu mengapa tetap dilakukan? Karna mayoritas masyarakat di sekitarnya juga melakukan hal yang sama. 

 Tentu saja ini bukanlah hal yang baik untuk diteruskan. Sudah saatnya kita menghilangkan budaya yang "buruk" ini, jangan menunggu orang lain untuk melakukannya. Mulailah dari diri sendiri. Mulailah dari hal-hal yang sederhana, seperti melakukan rutinitas sesuai dengan waktunya. Jangan menunggu "jam genap". 

Langkah kecil ini akan membawa pengaruh besar dalam kehidupan kita di masa kini maupun masa depan. Tidak menutup kemungkinan jika langkah kita akan memenjadi awal dari hilangnya budaya “Melayu” ini.

Editor : Agus Wahyu Suprihartanto

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network