DOMESTIKASI perempuan adalah isu kompleks yang melibatkan interaksi antara budaya, agama, dan struktur sosial. Meskipun ada kemajuan dalam pengakuan hak-hak perempuan di berbagai bidang, tantangan untuk mengatasi stigma dan tekanan sosial terhadap peran tradisional masih sangat nyata.
Upaya untuk meningkatkan kesadaran akan kesetaraan gender dan mendorong partisipasi aktif perempuan di semua aspek kehidupan tetap menjadi agenda penting dalam perjuangan feminisme modern. Tak hanya sekedar itu, perlindungan atas hak perempuan bersifat wajib untuk dijamin oleh negara.
Terlebih lagi khususnya di Indonesia, pekerja rumah tangga yang didominasi oleh perempuan belum juga mendapatkan kepastian hukum. Mereka sering kali tidak mendapatkan perlindungan hukum yang memadai, yang mengakibatkan maraknya kasus kekerasan dan eksploitasi.
Hingga RUU PPRT hadir sebagai respons terhadap kondisi ini, dengan tujuan memberikan perlindungan hukum yang jelas dan komprehensif bagi PRT.
Namun selama 20 tahun, DPR belum menunjukkan kemajuan signifikan dalam proses pengesahannya. Masyarakat sipil, termasuk GMNI, menyatakan kekecewaannya terhadap DPR yang lebih cepat mengesahkan undang-undang lain yang berkaitan dengan kepentingan politik, sementara nasib PRT tetap menggantung.
Selama ini DPR masih menyandera RUU PPRT. Menyandera RUU PPRT sama juga menyandera nasib PRT yang mereka menjadi korban perbudakan modern, korban kekerasan, korban dari tindak pidana perdagangan orang. Padahal dengan mendorong RUU PPRT menjadi undang-undang adalah bentuk upaya legitimasi pengakuan atas hak-hak konstitusional PRT itu sendiri.
GMNI Bangka Belitung menegaskan bahwa pengesahan RUU PPRT adalah langkah krusial untuk memberikan perlindungan hukum bagi PRT dan memastikan hak-hak mereka terpenuhi.
Berdasarkan keresahan tersebut, GMNI Bangka Belitung menyampaikan beberapa tuntutan:
1. Mendesak DPR-RI untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PPRT menjadi Undang-Undang sebelum masa jabatan berakhir.
2. Mendesak DPR-RI untuk tidak sewenang-wenang mengesahkan RUU kontroversial yang cenderung mengabaikan RUU urgensial.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait