Sinetron Pemerintah Kota Pangkalpinang

Jurnalis Warga
Ahmadi Sofyan. Foto: net.

“DI BAWAH pemimpin yang baik, anak buah yang bodoh pun ada gunanya. Tapi di bawah pemimpin yang bodoh, pasukan terbaik pun kocar-kacir”

 

KALIMAT di atas adalah bagian dari dialog dalam sinema elektronik (Sinetron) “Preman Pensiun”. Kalaulah tak salah, yang mengucapkan kalimat tersebut adalah pemeran Kang Komar. Salah satu aktor yang karakternya sangat saya sukai dalam sinetron tersebut. Karakternya kuat dan jelas, yakni seorang preman sangar dan gondrong namun berubah menjadi “hello kitty” ketika berhadapan dengan sang isteri yang dipanggil “Bebeb” dan sang Boss yang bernama“Kang Mus. Sinetron itu akan asyik dinikmati selain cerita yang menarik juga karakter yang kokoh dan jelas dari sang aktor/aktris, begitupula harusnya seorang pemimpin atau pejabat di pemerintahan. 

Pemerintahan dibentuk pada sebuah Negara maupun Daerah bahkan sampai tingkat RT dan RW bukanlah sinetron atau bermain drama, walau pada kenyataannya para pejabat bahkan pempimpin seperti Kepala Daerah hingga Presiden sekalipun seringkali beraktor ria seperti dalam sebuah sinetron saja. Terlebih lagi ketika era media tanpa batas seperti sekarang ini. Semua orang bisa menjadi “wartawan” dan mengabarkan berbagai hal, termasuk diri sendiri. Makanya era teknologi seperti ini kerap kita saksikan berbagai kepalsuan hingga disebut era “dunia tipu-tipu”.

Misalnya, aslinya “ngireng” tapi kalau di depan kamera “seribu senyuman”. Aslinya panik dan geram, tapi depan kamera dan media bergaya bijak bak ustadz dengan kalimat-kalimat agamis. Padahal memaknai kalimat “Cobaan”, “Musibah” dan “Azab” dalam pandangan agama (Islam) saja tidak mengerti. Aslinya antagonis, tapi di depan kamera dihadapan khalayak berperan melankolis. Watak sesungguhnya adalah arogan, tapi gaya ditampilkan dihadapan media adalah gaya kebijaksanaan. Padahal, jika disadari, tidak pernah ada sinetron bertahan lama. Sebab jika sebuah sinetron terlalu panjang dan ceritanya muter-muter penuh persoalan nggak jelas, pasti akan ditinggalkan penonton (rakyat) sebab “langok” alias “lungoi”. Harus disadari bahwa sinetron hanyalah tontonan bukan tuntunan. Sedangkan kepemimpinan dan pemerintahan itu wajib menjadi tuntunan bukan justru menjadi tontonan.

Editor : Muri Setiawan

Halaman Selanjutnya
Halaman : 1 2 3

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network