PANGKALPINANG, Lintasbabel.iNews.id - Aisyiyah sebagai Gerakan perempuan Muhammadiyah yang memiliki lima karakter pergerakan, yang pertama Gerakan Islam berkemajuan, kedua Gerakan perempuan berkemajuan, ketiga berbasis komunitas akar rumput, empat Gerakan praktis amal usaha dan yang kelima berwawasan kebangsaan dan kemanusiaan universal tidak lepas dari dinamika kehidupan kebangsaan sebagaimana Muhammadiyah dengan tetap berpijak pada khittah dan kepribadiannya harus terlibat dalam memberi pandangan tentang isu-isu kebhinekaan, toleransi, NKRI, dan hal-hal aktual lain dalam dinamika ke-Indonesiaan yang mutakhir.
Fokus Group Discussion (FGD) tentang pemahaman ajaran Islam, Ideologi Pancasila dan budaya sadar konstitusi dalam upaya menangkal radikalisme di wilayah Serumpun Sebalai yang dilaksanakan di Hotel Cordella Pangkalpinang pada hari Minggu, 5 Februari 2023 pukul 08.00 sd 12.00 WIB ini bermaksud untuk mengajak para ustad / ustadzah di Pondok Pesantren dan Guru-guru Agama di Sekolah Menengah dan Kejuruan sebagai pendidik anak bangsa, bersama-sama dengan narasumber dengan tujuan untuk menemukan metoda dan formula yang tepat dalam mengatasi krisis ideologi Pancasila dan Krisis sadar Konstitusi yang menjadi akar permasalahan tersebut.
Focus Group Discussion (FGD) ini menghadirkan 3 (tiga) nara sumber Dr. Febrino M.A (Akademisi/Tokoh Agama), Subardi M. KPd (Sekretaris FKPT Prov. Kep. Babel), Yudhiansyah, S.Mn (Badan Kesbangpol Prov. Kep. Babel). Ketiga nara sumber ini memberikan materi tentang “Pemahaman Ajaran Islam, Ideologi Pancasila Dan Budaya Sadar Konstitusi Dalam Upaya Menangkal Radikalisme Di Wilayah Serumpun Sebalai”.
Diskusi dilanjutkan dengan acara tanya jawab yang diikuti oleh para aktivis perempuan dari berbagai ormas seperti dari PW dan PC Aisyiyah Muhammadiyah, PW dan PC Muslimat NU, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dan para tenaga pendidik dari tingkat Tk sampai dengan SMA.
Hal ini sebagai respon dan menyikapi dinamika kehidupan umat Islam mutakhir agar tidak keliru. Saat ini Indonesia mengalami “Krisis ideologi Pancasila” dan “krisis budaya sadar konstitusi”. Aisyiyah berpandangan bahwa berbagai persoalan bangsa, negara dan masyarakat ini semakin pelik dengan munculnya Gerakan radikalisme di masyarakat, seperti Gerakan bervisi pendirian Khilafah, Penghinaan terhadap Pancasila, Penghinaan terhadap Agama, tudingan sebagian masyarakat yang lain sebagai “anti Pancasila”, terorisme, dan isu upaya makar terhadap pemerintah. Hilangnya nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada masyarakat Indonesia, merupakan pangkal dari munculnya berbagai tindakan radikalisme & terorisme di Indonesia.
Pancasila sendiri sebagai sebuah titik keseimbangan dalam bernegara. Pancasila tidak hanya menjadi acuan masyarakat untuk berkehidupan, tetapi juga alat ukur pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan. Pancasila merupakan solusi permasalahan radikalisme yang melanda Indonesia saat ini.
Maka diharapkan nilai-nilai dalam Pancasila harus benar-benar dijalankan oleh masyarakat Indonesia guna mencegah dan meminimalisir radikalisme dan terorisme di negeri tercinta kita ini. Bahwa paham radikalisme agama (anti Pancasila) ditengarai dilatarbelakangi fenomena fanatisme ideologi agama yang sempit yang sering menggunakan kekerasan dalam mengajarkan keyakinan mereka sehingga berdampak gerakan radikalisme islam berkembang salah satunya di bidang pendidikan oleh karena dunia pendidikan baik yang berbasis umum maupun agama memicu potensi disusupi paham radikal hal ini dikarenakan sedikitnya dasar keagamaan mengakibatkan seseorang mudah menerima informasi agama tanpa di mencari kebenaran dari sumbernya.
Menurut Haedar Nashir, sebagai ketua umum Muhammadiyah, memiliki pandangan yang sangat tegas bahwa Muhammadiyah berposisi sebagai kelompok Islam moderat menyerukan untuk menjauhi segala bentuk radikalisme yang membawa pada paham serba absolut dan mengandung ekstrimisme, intoleransi, dan kekerasan tentang segala hal menyangkut kehidupan manusia dan kebangsaan, KH.Ahmad Dahlan pendiri Muhamamdiyah menafsirkan Surat Al-Ma'un dalam Al Quran kedalam tiga kegiatan utama: melayani dan membantu orang lain melalui bidang pendidikan, kesehatan dan pemikiran keagamaan yang berkemajuan.
Yang mana ada beberapa pesan yang dapat ditangkap dari surat al-Ma'un,diantaranya adalah; pertama, orang yang menelantarkan kaum dhu'afa tergolong kedalam orang yang mendustakan agama. Kedua, ibadah shalat memiliki dimensi sosial, dalam arti tidak ada faedah shalat seseorang jika tidak dikerjakan dimensi sosialnya. Ketiga, mengerjakan amal saleh tidak boleh diiringi dengan sikap riya. Keempat, orang yang tidak mau memberikan pertolongan kepada orang lain, bersikap egois termasuk kedalam orang yang mendustakan agama.
Dengan demikian untuk mengatasi isu radikalisme yang terjadi saat ini, maka Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagai persyarikatan perlu menghidupkan lagi spirit al-Ma'un, guna kemajuan hidup berbangsa dan bernegara, sebagaimana yang telah dilakukan oleh Kyai Dahlan di awal-awal pendirian Muhammadiyah Bila ingin simpulkan lagi, empat pesan yang terkandung dalam surat al-Ma'un inilah yang menjadi cita-cita sosial Muhammadiyah, yaitu ukhuwah (persaudaraan), hurriyah (kemerdekaan), musawah (persamaan), dan 'adaalah (keadilan) Spirit inilah diimplementasikannya dalam kehidupan sosial melalui persyarikatan Muhammadiyah.
Nilai-nilai ini sejalan dengan misi Islam di muka bumi sebagai agama yang rahmatan lil'alamiin. sebagaimana muhammadiyah merealisasikan dalam bidang pendidikan yang pertama, muhammadiyah dan Aisyiyah mengajarkan dan mewajibkan kepada siswa, mahasiswa dan seluruh anggotanya untuk membentuk jiwa yang toleran, menanamkan sifat beramal dalam ukhwah islamiyah, berjuang untuk perdamaian dan kesejahteraan masyarakat denga menjunjung tingi nasionalisme, tolong menolong antar sesama, dan saling bertoleransi antar umat beragama guna mewujudkan persatuan nasional serta memegang teguh ajaran islam.
Kedua, melaksanakan pendidikan anti terorisme memalui pelajaran pendidikan agama islam guna mewujudkan masyarakat muslim yang toleran dan cinta damai sesama pemeluk agama di tengah kehidupan bangsa Indonesia yang plural. Disinilah peran guru menduduki posisi terpenting karena peran meraka anak didik di bentuk cara berpandangan dalam agama secara benar untuk membentuk jiwa yang toleran dimana guru memberikan konsolidasi pada anak didik bahwa keyakinan yang berbeda diantara kita merupakan kehendak dari Allah SWT dan mengajaran bahwa islam agama yang rahmatan lil alamin.
Tak hanya itu peran guru untuk menumbuhkan pemahaman keagamaan yang integratif dengan melakukan penguatan metodologi terhadap kajian kajian islam dalam hal ini bisa melalui pemberian materi mengenai antropologi agama dan sosiologi agama yang berkaitan dengan kehidupan sosial kemasyarakatan dari berbagai aspek yang membangunnya. Kemudian, guru membiasakan berdiskusi berdiskusi disini akan menumbuhkan sikap toleran dan mengakui keberagaman pemikiran sikap setiap insan dalam mencari hal yang baik dan benar untuk itu pemahaman keagamaan harus dibangun seacara insklusif dan tidak mengedepankan desakan desakanan kebenaran dari kelompok lain yang akan menimbulkan pertentangan. Konsep dasar tersebut secara dini harus ditanamkan pada setiap muslim maupun anak didik dalam bidang pendidikan sekolah maupun diluar pendidikan sekolah hal ini dilakukan sebagai solusi mencegah meluasnya paham pemikiran radikal terlebih pemikiran anti Pancasila.
Kegiatan Fokus Group Discussion (FGD) tentang Pemahaman Ajaran Islam, Ideologi Pancasila dan budaya sadar konstitusi dalam upaya Menangkal Radikalisme di Wilayah Serumpun Sebalai diakhiri dengan photo bersama seluruh peserta dengan membentangkan spanduk bertuliskan ; “AISYIYAH DAN MUSLIMAH BABEL BERKOMITMEN MENJAGA NKRI DENGAN MENGEMBANGKAN TOLERANSI BERAGAMA SERTA MENOLAK ISU PROVOKATIF BERNUANSA SARA DAN ANTI PANCASILA”
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait