WASHINGTON, lintasbabel.id - Departemen Luar Negeri (Deplu) AS pada Jumat (2/9/2022) menyetujui penjualan peralatan militer senilai 1,1 miliar dolar atau sekitar Rp16,3 triliun ke Taiwan. China pun mengecam penjualan senjata Amerika Serikat (AS) ke Taiwan itu.
Diketahui, Presiden Joe Biden telah mengajukan dokumen penjualan ke parlemen untuk disetujui.
Departemen Pertahanan AS (Pentagon) mengumumkan paket persenjataan termasuk 60 rudal anti-kapal dan 100 rudal udara ke udara tersebut pada Jumat.
Badan Kerja Sama Keamanan Pertahanan (DSCA) Pentagon menjelaskan, penjualan tersebut termasuk rudal Sidewinder, yang dapat digunakan untuk misi serangan udara ke udara dan permukaan yakni sekitar 85,6 juta dolar, rudal anti-kapal Harpoon sekitar 355 juta dolar, serta radar pengawasan yang diperkirakan 665,4 juta dolar.
Juru Bicara Kedutaan Besar China di Washington DC Liu Pengyu mengatakan kemungkinan penjualan senjata sangat membahayakan hubungan China dengan AS serta perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
"China dengan tegas akan mengambil tindakan balasan yang sah dan diperlukan sehubungan dengan perkembangan situasi," katanya, dikutip dari Reuters, Sabtu (3/9/2022).
Pemerintahan Biden menyatakan paket itu telah melewati serangkaian pertimbangan selama beberapa waktu serta dikembangkan melalui konsultasi dengan anggota parlemen Taiwan dan AS. Paket senjata ini juga terkait dengan meningkatnya aktivitas militer China di sekitar Taiwan sebagai respons atas kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi pada awal Agustus.
“Ketika RRC terus meningkatkan tekanan terhadap Taiwan, termasuk melalui peningkatan kehadiran militer dan maritim di sekitar Taiwan – dan terlibat adanya upaya untuk mengubah status quo di Selat Taiwan, kami memberi Taiwan apa yang dibutuhkan untuk mempertahankan diri dalam kemampuan pertahanan," kata Laura Rosenberger, direktur senior Gedung Putih untuk China dan Taiwan.
Sementara itu, Pentagon mengklaim penjualan peralatan militer yang diumumkan pada Jumat tidak akan mengubah keseimbangan militer di kawasan. Keputusan ini tidak mencerminkan perubahan kebijakan AS terhadap Taiwan.
“Penjualan yang diusulkan ini adalah kasus rutin untuk mendukung upaya berkelanjutan Taiwan dalam memodernisasi angkatan bersenjatanya dan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan yang kredibel,” kata seorang juru bicara Deplu AS.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait