"Cuma, simpar tidak dijual kemana-mana, karena saya bekerja sebagai petani beras merah, jadi tidak terlalu sempat untuk bikin. Konsumsinya kalau sempat buat dibawa ke sawah, di pondok saat istirahat sambil rokok sambil minum simpar, atau dikasih kerabat saja cuma-cuma, siapa yang datang tinggal kasih saja," tuturnya.
Selain untuk pembuatan Kopi Simpar, air dari pohon aren juga dijualnya untuk bahan baku pembuatan Gula Aren.
"Selain untuk Simpar, air pohon kabong ini dijual untuk pembuatan Gula Aren, per liternya dijual 50ribu rupiah. Kalau garap, ada dua pohon kabong, kalau mengambil (panen) siang ada 9 liter, kalau malam 4 liter, jadi setiap hari 13 liter kira-kira. Dijual ke luar Bangka Barat, misalnya ke Pangkal Pinang, tapi memang sering pembeli yang datang langsung ke rumah," katanya.
Arpan berharap, kedepan ada generasi muda yang bisa mewarisi pembuatan Kopi Simpar. Ia ingin Simpar terus dapat dinikmati oleh para pecinta kopi.
"Saya berharap sederhana lah Pak, Simpar ini ada yang muda-muda ini bisa bikin, biar tidak lekang oleh waktu, biar bisa terus dinikmati oleh orang banyak. Mudah-mudahan minuman khas dari Tuik ini semakin dikenal daerah lain, Kopi Simpar, kopi dari Desa Tuik gitu aja terkenalnya," ucapnya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait