Hantu Buyut Telah Mati dan Kitalah Pembunuhnya

Jasad Buyut di Sungai Babel
Coba arahkan pandangan kalian ke sungai-sungai di Babel. Banyak yang telah rusak dan tercemar akibat limbah tambang ilegal. Airnya kotor mengandung lumpur, ikan-ikanya mati, buaya-buaya mengamuk kelaparan dan bakau-bakaunya telah roboh. Di sungai Babel, Buyut tidak lagi ditakuti. Di sungai yang rusak ini lah, jasad Buyut mengapung. Membusuk bersama kutukan yang menanti: banjir, kelaparan, serangan buaya, kekurangan air bersih, dsb.
Faktanya, 15 sungai besar di Babel tercemar oleh aktivitas penambangan timah dan alih fungsi lahan (ini belum termasuk anak sungai), 75% aliran sungai di Kabupaten Belitung tercemar limbah penambangan timah ilegal, 240.000 hektar mangrove telah rusak, Babel masuk lima besar provinsi dengan kontaminasi mikroplastik tinggi yakni ~497 partikel/100 liter air sungai, ini semua adalah bukti bawah Buyut telah mati.
Mari kita jujur, kerusakan ini bukan hanya akibat keserakahan, tapi juga karena kita meninggalkan budaya dan tradisi lokal. Sungai-sungai yang dulu dianggap sakral kini dibiarkan rusak. Buyut si tuan rumah sungai-sungai Babel telah kita bunuh dengan pisau pengetahuan rasional. Jasadnya masih terus mengapung di sungai-sungai yang tercemar dan rusak.
Menghidupkan Kembali Buyut
Ayo kita tarik jasad Buyut yang mengapung di sungai-sungai tercemar Babel. Kita dihidupkan kembali Buyut, bukan sebagai hantu, tapi sebagai simbol kesadaran ekologis. Buyut harus kita maknai ulang sebagai cara kreatif dalam pendidikan lingkungan. Menjadikannya sebagai Lazarus ekologis.
Ini memang tidak mudah. Perlu pendekatan budaya berbasis konservasi alam. Melalui seni, ruang sekolah, cerita rakyat, atau kebijakan berbasis adat. Semua orang harus perperan dalam menyusun ulang narasi Buyut menjadi kerangka ekologis yang dibalut daging kebudayaan.
Kita ambil contoh "Subak" di Bali. Ini adalah sistem irigasi tradisional masyarakat yang bukan hanya teknis, tapi berbasis spiritual dan sosial. Air dianggap sebagai anugerah suci, dan pembagiannya diatur oleh lembaga adat (subak) dan dikaitkan dengan pura serta upacara. Hasilnya pengelolaan air sawah yang efisien dan adil, serta pelestarian ekosistem daerah aliran sungai. Buyut memiliki potensi yang sama. Jika kita berani memaknai uang Buyut, menjadikannya sebagai sistem integral dari ekologi Babel, adalah sangat mungkin kita menghidupkan kembali Buyut.
Pesan dari Buyut
Mungkin kita harus bertanya: siapa sebenarnya hantu itu? Buyut, atau kita yang merusak sungai? (Silahkan dijawab sendiri).
Barangkali Buyut belum tentu mati, dia hanya diam, menunggu kita sadar kembali. Kita harus percaya, sebagai generasi muda, kita mampu membaca ulang mitos bukan sebagai tahayul, tapi sebagai pesan untuk menjaga alam. Lewat revitalisasi mitos Buyut dalam kurikulum lokal, festival budaya sungai, mural sungai dengan narasi Buyut, dsb.
Editor : Haryanto