JAKARTA, lintasbabel.id - Aparat berwajib kini tengah memburu aset robot trading Evotrade. Proses pemberkasan kasus dugaan investasi penjualan aplikasi robot trading Evotrade dengan skema ponzi atau piramida ilegal itu juga makin dikebut pihak berwajib.
"Penyidik sedang melengkapi berkas perkara untuk dikirim ke JPU," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Gatot Repli Handoko, Senin (28/3/2022).
Dikatakan Gatot, penyidik Bareskrim Polri terus melakukan tracing aset terkait dengan aliran dana dari kasus tindak pidana tersebut.
"Dan terus tracing aset," ujarnya.
Dalam kasus ini, para korban dijanjikan keuntungan berjenjang hingga 10 persen dari uang yang disetorkan awal. Bagi member yang paling bawah, hanya akan mendapat keuntungan 2 persen.
Perusahaan robot trading ini menggunakan skema ponzi atau piramida dalam meraup keuntungan. Skema itu merupakan sistem pemberian keuntungan secara berjenjang yang biasa banyak terjadi dalam produk-produk investasi bodong atau palsu.
Pola bisnis tersebut diduga dapat melanggar ketentuan pidana lantaran keuntungan atau bonus yang diperoleh bukan dari hasil penjualan barang, melainkan keikutsertaan atau partisipasi para peserta.
Sejauh ini, polisi menduga ada tiga ribu pengguna aplikasi Evotrade tersebut. Para pengguna itu tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 105 dan/atau Pasal 106 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dan/atau Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 Juncto Pasal 10 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Ditipideksus Bareskrim Polri sebelumnya menetapkan enam orang tersangka kasus dugaan investasi penjualan aplikasi robot trading dengan skema ponzi atau piramida ilegal.
Keenam orang itu adalah, AD (35), AMA (31), AK (42), D (42), DES (27), dan MS (26). Mereka diketahui memiliki peranan yang berbeda-beda.
Editor : Muri Setiawan