Selama syarat akad nikah terpenuhi, maka pernikahan sah secara agama Islam dan bukan terkategori perbuatan maksiat. Namun, yang jadi persoalan adalah masa depan kedua mempelai yang tidak terjamin oleh negara karena pernikahannya tak tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA).
Melihat kondisi itu, Ustadz Abdul Somad menyarankan untuk tidak melakukan nikah siri, terutama kepada perempuan. Pasalnya, jika suaminya meninggal dunia, sang istri tidak bisa menuntut harta warisan dari suaminya. Pihak perempuan juga tidak bisa menuntut cerai karena tidak ada hitam di atas putih.
"Tapi muncul masalah, ketika si laki-laki macam-macam, si perempuan sampai mati tidak bisa menuntut cerai karena tak ada hitam di atas putih. Tapi kalau dia nikah secara KUA si perempuan bisa menuntut," ujarnya.
Selain itu, pihak perempuan akan lebih rugi dalam pernikahan siri ini. Bila laki-laki yang menikahinya secara siri tiba-tiba kabur tanpa kabar, maka dia tidak bisa menikah lagi karena hak talak hanya ada pada suami. Jika memaksakan diri untuk menikah tanpa talak, maka pernikahan keduanya itu termasuk zina.
"Karena suaminya tak balik-balik, nekat dia nikah lagi. Maka nikah dia yang kedua dengan suami baru, zina zina zina. Karena dia masih ada ikatan dengan suami pertama. Hati-hati," kata UAS.
Editor : Muri Setiawan