MOSKOW, lintasbabel.id - Rusia mendapat sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan negara sekutunya. Sanksi ini merespon kebijakan Rusia menginvasi Ukraina. Namun, Rusia tidak gentar, dan siap membalas pemberian sanksi tersebut.
Sanksi ini diketahui menyasar pengusaha Rusia, perbankan, konglomerat dan sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin hingga pejabat pemerintahan di Rusia itu sendiri.
Dikutip dari Reuters, Sabtu (26/2/2022), International Monetary Fund (IMF) memprediksi, ekonomi Rusia tahun ini hanya tumbuh 2,8 persen, terkontraksi dari tahun lalu yang tumbuh 4,7 persen. Sementara Bank Dunia memproyeksi, ekonomi Rusia tumbuh 2,4 persen tahun ini.
Inflasi Rusia tercatat mencapai 8,73 persen di bulan Januari 2022 ini. Suku bunga bank sentralnya mencapai 9,5 persen. Semua capaian ini merupakan yang tertinggi dalam 5 tahun.
Dari tingkat utang, negara berjuluk Beruang Merah ini memiliki kewajiban yang lebih ramping, karena menjalankan kebijakan fiskal yang konservatif. Rasio utang Rusia pada 2019 tercatat 14 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), artinya jumlah utang Rusia hanya 14 persen dari nilai PDB negara ini.
Sebagai perbandingkan, Amerika Serikat memiliki rasio utang 108 persen terhadap GDP dan Inggris 85 persen.
Sementara di sektor perdagangan, diketahui setengah dari pendapatan ekspor Rusia berasal dari produk mineral, minyak, gas alam dan batu bara. Jerman menjadi negara tujuan ekspor gas dengan kontribusi terbesar yaitu 31 persen. disusul Turki 13 persen dan Italia 6 persen.
Rusia Membalas
Mendapat sanksi ekonomi dari Amerika Serikat dan negawa Uni Eropa, Rusia mengaku tak gentar.
"Rusia sudah terbiasa menerima sanksi dari (negara-negara) barat. Bagi Rusia, sanksi tidak menyurutkan keuntungan dari booming harga komoditas khususnya gas bumi," ujar ekonom CELIOS Bhima Yudistira kepada MNC Portal Indonesia, Sabtu (26/2/2022).
Menurut Bhima, China sebagai negara sekutu Rusia juga siap menampung kelebihan pasokan gas bumi dan komoditas yang tidak bisa diekspor Rusia ke negara lain.
Rusia dinilai sudah mempersiapkan konsekuensi invasi ke Ukraina.
"Termasuk skema pembayaran komoditas menggunakan kripto yang tidak dapat di lacak oleh otoritas negara barat," tuturnya.
Sanksi ini diketahui menyasar pengusaha Rusia, perbankan, konglomerat dan sekutu dekat Presiden Rusia Vladimir Putin hingga pejabat pemerintahan di Rusia itu sendiri.
Juru bicara Kremlin, kantor kepresidenan Rusia, Dmitry Peskov menegaskan, Rusia akan membalas sanksi-sanksi ekonomi tersebut. Hal ini membuat konflik geopolitik di kawasan tersebut semakin mendidih.
Editor : Muri Setiawan