"Ya jelas, makin tipis kami mau cari ikan di laut. Makin sempit lautan Natuna kalau China ngaku dia punya kan," kata Dedi, seorang Nelayan di Natuna.
Ucapan Dedi tersebut telah banyak mengisi laman berita nasional. Dedi adalah salah satu nelayan kecil yang langsung merasakan dampak dari adanya konflik di Laut China Selatan. Setiap bulan, nelayan kecil seperti Dedi kerap menerima intimidasi (ditakut-takuti) oleh kapal penjaga pantai China yang sering melakukan manuver di perairan Natuna.
Hal di atas belum termasuk banyaknya kapal asing yang mencuri ikan di kawasan laut Natuna Utara. Menyebabkan kerugian ekonomi dan mengancam kedaulatan Indonesia.
Kekhawatiran nelayan-nelayan Natuna semakin bertambah ketika pada Agustus 2023 kemarin, China mengeluarkan peta terbaru di wilayah Laut China Selatan yang mengklaim banyak tempat secara sepihak sebagai teritorialnya. Ambisi China ini diperkuat dengan membangun pangkalan militer di wilayah sengketa Kepulauan Paracel dan Spratly yang terletak tak jauh di utara Kepulauan Natuna yang merupakan bagian dari kedaulatan Indonesia
Laut China Selatan memasok kepentingan komersial dan strategis yang sangat penting, tidak hanya bagi Indonesia tetapi juga Malaysia, Filipina, Vietnam, Taiwan, dan Brunei.
Konflik ini membuat Indonesia mempertaruhkan proyek minyak dan gas, potensi perikanan, sumber daya dasar laut, serta rute perdagangan yang berimbas langsung pada ekonomi dan politik. Oleh karena itu diperlukan langkah-langkah taktis dan strategis yang cepat dan tepat untuk menyelesaikan masalah konflik Laut China Selatan.
Hal paling dasar adalah Indonesia (pemerintah dan rakyatnya) berkomitmen dan konsisten berpegang pada Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut (UNCLOS) 1982. Artinya Indonesia memposisikan dirinya sebagai negara non-klaim, mempertahankan apa yang menjadi haknya dan tidak mengganggu hak negara lain. Segala tindakan yang melanggar hukum internasional tentu dapat langsung dibawa ke pengadilan internasional.
Asas hukum internasional tersebut harus diperjuangkan dalam bentuk tindakan nyata dan tegas oleh Indonesia. Adanya konflik mengharuskan Indonesia untuk lebih memasifkan kehadiran militer di wilayah tersebut guna menunjukkan otoritas dan menjaga kedaulatannya. Cara ini dapat diselingi dengan kunjungan presiden (atau pejabat tinggi Indonesia) dengan delegasi tingkat tinggi (internasional) ke wilayah konflik agar menunjukkan keseriusan dan kemampuan diplomatik Indonesia dalam memberikan tekanan (intervensi) ke pihak-pihak yang melakukan klaim sepihak.
Hal di atas mesti beriringan dengan tindakan tegas berupa penangkapan kapal asing yang melakukan penangkapan ikan ilegal di laut Indonesia. Cara ini tentunya akan berujung pada diplomasi politik bilateral sehingga meningkatkan nilai tawar Indonesia di Laut China Selatan.
Mempertimbangkan bahwa konflik yang terjadi melibatkan banyak negara maka Indonesia perlu membangun dukungan internasional. Dukungan Internasional dari Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) akan mampu menekan China. Ditambah langkah taktis dari negara-negara ASEAN yang satu suara akan memberikan pukulan telak pada China.
Kerja sama ASEAN di Laut China Selatan tidak sebatas aspek politik tetapi juga harus menyentuh aspek lainnya, proyek ekonomi (seperti minyak dan gas), perikanan, transfortasi laut (untuk jalur perdagangan), penelitian dan riset, dan sebagainya akan menjadi penegasan kedaulatan Indonesia.
Selain langkah cepat yang diambil pemerintah seperti dijelaskan di atas, diperlukan juga penguatan dari masyarakat Indonesia itu sendiri terutama generasi muda. Kenapa anak muda? Karena menjaga kedaulatan Indonesia ke depannya adalah tugas dari anak muda yang ada di masa sekarang. Oleh karena itu, anak muda (Generasi Milenial dan Generasi Z) harus memberikan perhatian dengan ikut mengawasi, mencintai, empati dan mendukung usaha-usaha pemerintah dalam menjaga kedaulatan Indonesia di Laut China Selatan.
Bukti turut serta anak muda bisa dilakukan dengan mempelajari secara mendalam konflik yang sedang terjadi di Laut China Selatan, tentang ekonomi kelautan, mengetahui hal-hal yang ada di wilayah Natuna (seperti potensi ekonomi, pariwisata dan lain sebagainya), hukum internasional tentang pembagian wilayah laut, hubungan internasional terutama terkait ASEAN, dan atau hal apapun yang bisa menjadi bekal menguatkan pondasi kedaulatan Indonesia.
Selain itu, anak muda (terutama yang ada di wilayah Natuna) dapat mencari peluang yang ada untuk memajukan sektor maritim sesuai dengan revolusi industri 4.0 terkait potensi ekonomi maritim baik perdagangan, perikanan, olah raga hingga pariwisata. Adanya aktivitas pengelolaan ekonomi yang lebih masif di wilayah perbatasan akan memberikan afirmasi kedaulatan di wilayah tersebut.
Hal ini pastinya membutuhkan kerjasama yang baik dari berbagai pihak. Baik itu pemerintah, infrastruktur dan masyarakat itu sendiri, dalam hal ini adalah para anak muda.
Terakhir, satu hal sederhana yang bisa dilakukan anak muda adalah dengan memanfaatkan teknologi informasi untuk turut menyebarkan pengetahuan (konten-konten positif) dan semangat persatuan terkait konflik di Laut China Selatan. **)
**) Penulis : Ramsyah Al Akhab (Mahasiswa Universitas Bangka Belitung)
Editor : Muri Setiawan