VERMONT, Lintasbabel.iNews.id - Tokoh independen yang paling lama menjabat dalam sejarah kongres Amerika Serikat, Bernie Sanders angkat bicara tentang situasi di Gaza. Meski berkebangsaan AS, Bernie merupakan keturunan Yahudi AS, yang memahami situasi di Israel - Palestina.
"Jika kita ingin mencapai kemajuan nyata dalam mengatasi konflik yang tidak pernah berakhir antara Israel dan Hamas, dimana telah terjadi lima perang dalam 15 tahun terakhir, kita perlu memahami realitas politik terkini di wilayah tersebut," kata Bernie dilansir dari The Guardian.
"Jika perdamaian ingin terwujud di Timur Tengah, dan jika rakyat Palestina ingin dapat menikmati kehidupan yang aman dan bermartabat, kita juga memerlukan visi tentang tujuan kita selanjutnya. Dan satu hal yang jelas. Status quo yang ada di Gaza sebelum perang tidak dapat dikembalikan. Jangan pernah kita lupa bahwa kondisi kehidupan di sana sangat buruk dan tidak manusiawi," uja Bernie.
Disampaikan Bernie, sebelum perang ini dimulai (8 Oktober 2023), hampir 80% penduduk Gaza hidup dalam kemiskinan, dan dua pertiganya bergantung pada bantuan kemanusiaan. Hampir separuh populasi, dan 70% generasi muda, merupakan pengangguran. Listrik terputus-putus, dengan pemadaman 11 hingga 12 jam setiap hari. Sistem air dan sanitasi tidak memadai, dan segala jenis barang kebutuhan pokok selalu mengalami kekurangan.
Gaza sebagian besar terputus dari dunia luar, dimana Israel dan Mesir sangat membatasi jumlah orang dan jenis barang yang bisa masuk atau keluar.
"Faktanya, banyak pengamat menggambarkan Gaza sebagai “penjara terbuka”. Itulah situasi yang terjadi sebelum tanggal 7 Oktober, dan jika kita serius dalam mewujudkan kebebasan dan martabat rakyat Palestina, maka situasi tersebut tidak dapat diulangi lagi. Rakyat Palestina berhak mendapatkan lebih dari itu," kata Bernie.
Ditambahkan Bernie, situasi dii Gaza tidak sesederhana yang digambarkan banyak orang. Penguasa Palestina, Hamas merupakan sebuah organisasi teroris otoriter, memerintah dengan kekerasan, menimbun senjata dan bahan perang, mengenakan pajak kepada penduduk yang sangat miskin dan mencuri sumber daya untuk membangun terowongan dan roket.
Hamas terpilih dengan suara minoritas pada tahun 2006, ketika sebagian besar orang yang tinggal di Gaza saat ini bahkan belum dilahirkan atau masih anak-anak dan tidak dapat memilih.
Hamas tidak mengizinkan pemilu sejak itu. Beberapa bulan sebelum perang, ribuan warga Palestina di Gaza dengan berani turun ke jalan untuk memprotes kekuasaan Hamas sebelum mereka dibubarkan secara paksa.
Lebih jauh lagi, tidak dapat dipungkiri bahwa Hamas mempunyai tujuan tunggal untuk menghancurkan negara Israel dan membunuh orang-orang Yahudi.
"Mereka juga mengedepankan ideologi fundamentalis yang memperlakukan perempuan sebagai warga negara kelas dua dan mengancam akan membunuh kaum gay. Hamas adalah mimpi buruk otoriter, menindas perbedaan pendapat dan mencuri dari warga Gaza tidak hanya bahan-bahan dasar kehidupan yang mereka butuhkan, namun juga impian masa depan yang lebih baik. Begitulah situasi di Gaza sebelum 7 Oktober," ujar Bernie.
Editor : Muri Setiawan