get app
inews
Aa Read Next : Inter Milan Tersingkir dari Liga Champions dalam Drama Adu Penalti

Final EURO 2020, Inggris dan Italia Sama-sama Berangkat Dari Titik Terendah

Sabtu, 10 Juli 2021 | 11:03 WIB
header img
Giorgio Chiellini dan Harry Kane. (EUFA)

LONDON, lintasbabel.id - Perjalanan Timnas Inggris dan Italia di EURO 2020, menarik untuk diulas. Kedua tim memang memiliki perbedaan dalam taktik dan gaya permainan. Inggris dan Italia akan bertemu di laga pamungkas, Final EURO 2020, Senin (12/7/2021) malam WIB, di Stadion Webley, Inggris.

Kedua negara sama-sama mengawali laga EURO 2020 pada titik terendah yang paling bersejarah, dengan penggemarnya yang putus asa, kemudian menemukan orang-orang yang dapat membawa perubahan dan dengan cepat memimpin keduanya ke jalan menuju kesuksesan.

Bagi Inggris, titik nadir itu adalah tersingkirnya dari Euro 2016 di babak 16 besar di tangan Islandia. Sementara Italia, datang dua tahun kemudian ketika juara dunia empat kali itu gagal lolos ke Piala Dunia di Rusia.

Gareth Southgate bukanlah orang yang dipilih untuk memimpin kebangkitan Inggris. FA telah memilih Sam Allardyce untuk menjadi arsitek The Three Lions, tetapi ketika sejumlah komentar-komentar buruk muncul, pelatih U-21 menjadi pilihan utama.

Southgate mampu memanfaatkan bakat generasi muda Inggris yang muncul dari tim U-21 dan dari akademi klub Liga Premier. Keputusannya yang paling penting adalah mengubah budaya di tim Inggris.

Dia mampu merekrut pemain berbakat, dan menepis permintaan atau tekanan fans maupun petinggi federasi sepakbola Inggris (FA) seperti yang sering dilakukan di masa lalu. Keputusan ini tentu saja membutuhkan keberanian dari seorang pelatih.

Southgate mengatur ulang hubungannya dengan media, yang sering bermusuhan dan juga menemukan gaya baru dalam komunikasinya sendiri, sehingga ketemu titik manis yang sempurna antara sikap optimis dengan kenyataan sesungguhnya.

Dengan tekanan yang mulai hilang, Inggris mampu mencapai posisi empat besar di Piala Dunia 2018 dan kemudian, dengan lebih banyak talenta yang tergabung ke dalam skuat, mereka secara yakin maju di Euro 2020, namun tidak melupakan kegagalan di masa lalu.

Pemain dalam skuad yang mengalami pahitnya kegagalan dan kejatuhannya, tahu dari mana mereka berasal.

“Jika saya berpikir tentang Euro terakhir, ketika kami tersingkir oleh Islandia, itu masih menghantui saya dan saya akan mengatakan bahwa itu adalah momen terendah dalam karir saya sejauh ini,” kata bek kanan Inggris, Kyle Walker seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (10/7/2021).

“Tapi kami jauh lebih dewasa sekarang. Banyak dari kami telah bermain di lebih banyak pertandingan besar, kami telah memenangkan lebih banyak dan kami dapat mengelola pertandingan dengan lebih baik," tambahnya.

Sejarah yang Berbeda

Roberto Mancini, memiliki sejarah yang berbeda untuk dihadapi setelah babak kualifikasi Timnas Italia yang suram di Rusia dibawah Gian Piero Ventura yang berakhir dengan kekalahan di babak playoff dari Swedia.

Seperti Southgate, Mancini beralih ke pemain muda, tetapi dampak terbesarnya adalah pada gaya sepak bola yang dihasilkan oleh Azzurri.

Italia menggunakan formasi 4-3-3, dengan dua playmaker di lini tengah, biasanya Jorginho dan Marco Verratti, mendukung dua pemain sayap yang suka menerobos ke dalam dan full back mendorong ke depan untuk membantu serangan.

Hasilnya, Italia mampu bermain agresif, menekan dan hasilnya adalah tim Italia merupakan salah satu tim yang paling menyenangkan untuk ditonton selama bertahun-tahun.

Revolusi Mancini tidak merusak fundamental dan dia bijaksana untuk menjaga pengalaman Giorgio Chiellini dan Leonardo Bonucci di belakang, yang mempertahankan kekuatan pertahanan Italia yang selama ini memang terkenal solid.

Sementara Inggris, hanya sekali sebelumnya mencapai final turnamen besar, juga di kandang pada tahun 1966, ini menjadi final utama ke-10 Italia dan Mancini menanamkan keyakinan pada timnya bahwa mereka dapat dengan cepat bangkit kembali ke puncak.

“Pada awalnya, ketika dia (Mancini) mengatakan kepada kami untuk memikirkan ide memenangkan Euro, kami pikir dia gila,” kata Chiellini.

"Sebaliknya, selama tahun-tahun ini dia telah menciptakan tim yang sekarang hampir melakukan itu. Dan seperti yang dia ulangi kepada kami setelah setiap pertandingan, 'satu sentimeter pada satu waktu', dan sekarang hanya tersisa satu sentimeter terakhir".

Rekor masa lalu tentu berpihak pada Italia, yang tidak pernah kalah melawan Inggris dalam empat pertemuan di turnamen besar dan hanya kalah sekali dalam delapan pertandingan kompetitif dengan Inggris.

Namun, diluar itu semua, 60.000 pasang mata penonton yang sangat pro-Inggris menunggu di Wembley, yang dalam turnamen ini telah menjadi tempat paling ditakuti tim tamu dan merupakan lingkungan yang disukai tim Southgate untuk tampil maksimal.

Mungkin ada sedikit pilihan di antara dua susunan pemain awal, tetapi Inggris memiliki opsi yang lebih kuat dari barisan bangku cadangan seperti yang dicatat Chiellini.

"Pengganti mereka semua bisa berada di starting eleven dari tim yang memenangkan kompetisi ini. Pemain seperti (Jack) Grealish, (Jadon) Sancho, (Marcus) Rashford, (Dominic) Calvert-Lewin, (Phil) Foden semuanya ada di bangku cadangan, tapi mereka pemain top, termasuk (Jordan) Henderson – kapten Liverpool".

"Ini akan menjadi pertandingan yang hebat. Tidak ada tim yang takut tetapi keduanya akan sangat menghormati satu sama lain," ungkap Chiellini.

Saksikan pertandingan Final EURO 2020, antara Inggris versus Italia disiarkan langsung di iNews, pada Senin (12/7/2021), pukul 02.00 WIB.

 

Editor : Muri Setiawan

Follow Berita iNews Lintasbabel di Google News Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut