“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (HR. Ahmad, 5/20; Abu Dawud no. 403). Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani mengatakan sanad hadits ini hasan. (Fathul Bari, 10/271).
Sebenarnya, merayakan perayaan malam tahun baru tergantung niatnya, apa tujuan dan kemauan mengikuti perayaan tersebut. Jika ikut-ikutan dan mengikuti arus yang tidak berfaedah, lebih baik tidur dan istirahat di rumah, kumpul dengan keluarga, maka dia akan mendapatkan pahala menjauhi maksiat dan menjauhi pekerjaan tiada manfaat.
Sementara, penjelasan Ustaz Ahmad Sarwat MA, Direktur Rumah Fiqih Indonesia (RFI) seperti dikutip inews.id, Dia menjelaskan, ada sekian banyak pendapat yang berbeda tentang hukum merayakan tahun baru masehi. Sebagian mengharamkan dan sebagian lainnya membolehkannya dengan syarat.
Pendapat yang Mengharamkan
Mereka yang mengharamkan perayaan malam tahun baru masehi, berhujjah dengan beberapa argumen.
Bahwa perayaan malam tahun baru pada hakikatnya adalah ritual peribadatan para pemeluk agama bangsa-bangsa di Eropa, baik yang Nasrani atau pun agama lainnya. Sejak masuknya ajaran agama Nasrani ke eropa, beragam budaya paganis (keberhalaan) masuk ke dalam ajaran itu. Salah satunya adalah perayaan malam tahun baru.
Editor : Muri Setiawan