JAKARTA, lintasbabel.id - Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero), Nicke Widyawati membeberkan alasan pihaknya mengambil kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis pertamax.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu Pertamina menaikkan harga Pertamax dari Rp9.000 ke Rp12.500 per liter. Walau naik signifikan, harga tersebut masih di bawah harga keekonomian Rp16.000 per liter.
Nicke mengungkapkan, akibat lonjakan harga minyak mentah atau crude palm oil (CPO) dunia menjadi sebab utama naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Nicke menyebut 92 persen dari ongkos produksi BBM adalah harga crude. Akibatnya, kenaikan CPO berdampak signifikan terhadap biaya produksi BBM.
"Hari ini yang membuat BBM itu mahal karena 92 persen dari ongkos BBM adalah harga crude. Harga crude meningkatnya luar biasa," ungkap Nicke dikutip Jumat, (8/4/2022).
Pada tahun lalu, harga CPO hanya di kisaran USD60 per barel, namun naik hingga USD118 per barel di 2022. Sementara, asumsi harga CPO Pertamina yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) hanya sebesar USD63.
Nicke mengklaim harga Bahan Bakar Minyak di Indonesia termasuk yang termurah di dunia. Hal ini karena pemerintah memberikan subsidi 'jumbo' untuk berbagai jenis BBM, padahal harga minyak sedang tinggi-tingginya.
"Harga Solar per liternya Rp7.800, subsidinya. Pertalite itu Rp4.000 - Rp4.500," kata dia
Lalu, untuk Pertamax yang harganya seharusnya mengikuti harga keekonomian ikut disubsidi pemerintah sebesar Rp3.500 per liter. Harga Pertamax memang naik jadi Rp12.500 per liter, namun bukan hanya Pertamina yang menaikkan harga tersebut.
"Jadi ini kenaikan bukan di Indonesia saja, tapi di seluruh dunia, BBM di Indonesia termasuk termurah di dunia, makanya pemerintah subsidi luar biasa besar," tutup Nicke.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait