Di samping itu, kata Hafiz, kasus ini tidak bisa diabaikan dari akar persoalan mendasarnya, yaitu ketimpangan struktural agraria. Bangka Belitung merupakan salah satu dari banyak provinsi yang menyediakan kondisi bagi monopoli dan perampasan tanah masyarakat pedesaan, khususnya diperuntukkan pada perusahaan perkebunan skala besar seperti PT BPL.
Warga mengelar aksi di Kantor Desa Berang, Kecamatan Simpang Teritip, Kabupaten Bangka Barat, meminta kasus penembakan terhadap warga mereka oleh oknum Brimob diusut tuntas. Foto: Lintasbabel.iNews.id/ Oma.
"Ketika ketimpangan dan kemiskinan sudah dirasakan banyak orang yang kehilangan akses terhadap tanah, sementara perusahaan perkebunan besar menikmati kekayaan dari luasan tanah yang besar, hal itu biasanya berujung pada konflik agraria. Hal ini diperkuat dengan penemuan WALHI Kepulauan Babel, bahwa Bangka Belitung memiliki 11 catatan kasus konflik agraria di sektor perkebunan kelapa sawit yang melibatkan 25 desa sepanjang 2019-2023," tuturnya.
Tapi, kata dia, penyelesaian konflik agraria di Indonesia sangat buruk. Dalam konteks penanganan oleh aparat kepolisian, penyelesaiannya kerap menggunakan cara-cara represif dalam bentuk intimidasi, kriminalisasi, bahkan pembunuhan.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait