JAKARTA, lintasbabel.id - Kenaikan harga sejumlah komoditas dan bahan pokok, menjadi perhatian semua pihak menjelang bulan puasa Ramadhan, yang diperkirakan jatuh pada awal April 2022.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Rusli Abdullah mengatakan, Indonesia bakal menghadapi tiga tekanan utama yang perlu segera untuk diselesaikan para pihak terkait.
"Jadi saya lihat di puasa atau lebaran kali ini, kita mendapat tiga tekanan, yang terkait dengan masalah harga. Ini berbeda dari lembaran acara keagamaan sebelumnya," kata Rusli dalam Dialog 'Quo Vadis Sembako Nasional' secara virtual, Sabtu (5/3/2022).
Pertama, katanya adalah siklus kenaikan harga yang selalu terjadi menjelang hari keagamaan tiba. Menurut Rusli, momentum tersebut dapat mendongkrak permintaan di masyarakat atas kebutuhan pokok.
Rusli memberi ilustrasi bahwa seorang pedagang akan cenderung menaikkan harga barang jualannya untuk memaksimalkan pendapatan dalam momentum khusus yang tidak terjadi setiap hari, seperti hari besar.
"Ada juga misalnya, ada seseorang, ini lebaran saya butuh uang, saya harus menaikkan harga, ini normal adanya, sebuah permintaan yang diperkirakan akan naik, untuk kebutuhan hari raya, itu wajar," tuturnya.
Kedua, adalah situasi perkembangan Covid-19 yang masih menimbulkan ketidakpastian pemulihan ekonomi. Per 4 Maret 2022 pukul 12:00 WIB, pemerintah mencatat terdapat tambahan 26.347 kasus baru Covid-19 dalam 24 jam terakhir.
Kendati tidak seganas sebelumnya, pertumbuhan pasien wabah Omicron ini menghadirkan fluktuasi harga di pasaran. Rusli mencoba mengingat apa yang sempat terjadi di awal virus corona diumumkan.
"Jadi kita ingat di awal-awal Covid-19 itu kemarin di awal 2020, harga daging ayam itu jatuh ya, kemudian para peternak ayam itu sudah menyiapkan daging ayamnya untuk puasa 2020, eh ada Covid-19. Orang gak boleh mudik, ada lockdown dan sebagainya, mereka gak bisa jualan. Jadi masih ada ketidakpastian saat ini," jelasnya.
Rusli mengingat ketidakpastian harga juga pernah dirasakan saat harga telur mengalami volatilitas di tingkat domestik. Kemudian juga harga kedelai impor dari Amerika Serikat juga sempat mengalami gangguan di tingkat rantai produksi.
"Pun juga dengan telur, sempat naik, turun, terus naik lagi. Seperti itu. Nah ini di level domestik. Kemudianjuga di tingkat global, di mana kedelai Amerika naik harganya, karena pasokan impor, dan pengiriman barang-barang untuk faktor produksi, seperti penghambat gulma, pupuk, dan sebagainya itu terhambat, karena ada supply-chain yang terganggu karena Covid-19," tuturnya.
Sebagai tekanan yang ketiga, Rusli memandang Indonesia perlu bersiap menghadapi segala kemungkinan yang terjadi akibat dampak perang antara Rusia dan Ukraina yang menyeret kekuatan global.
Menurut Rusli, krisis di Eropa Timur akan melambungkan harga komoditas dan bahan pokok yang mengancam inflasi apabila kenaikan harga meluas ke segala aspek.
"Yang ketiga itu sekarang ada perang Ukraina sama Rusia. Itu pasti akan menaikkan harga," tegasnya.
Dirinya menyoroti satu komoditas yang juga perlu menjadi perhatian pemerintah, yakni gandum. Ketersediaan gandum di tingkat domestik perlu dijaga dengan baik untuk tetap menjaga kestabilan harganya di akar rumput.
"Impor gandum kita dari Ukraina tahun 2020 kemarin itu hampir 24 persen, meskipun tahun-tahun sebelumnya kita juga dapat dari Australia dan negara-negara lain," ujar Rusli.
Rusli meyakini pemerintah bisa mengantisipasi tiga tekanan tersebut, dengan berkolaborasi dengan semua pihak.
"Ini pasti menjadi catatan bagi kita semua. Memang ini berat, tapi saya kira kita sedang menjawab bagaimana mengatasi tiga tekanan ini di lebaran kali ini," katanya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait