TAHUN 2021 tak lama lagi akan berlalu, berganti dengan tahun baru 2022. Tahun 2021 dikenal sebagai penanggalan masehi, yang dibuat oleh bangsa Barat pada zaman Romawi kuno. Sementara, bangsa Arab juga memiliki penanggalan lain yaitu penanggalan kalender hijriah, yang dianut oleh negara-negara berpenduduk Muslim.
Penanggalan hijriah dan masehi memiliki perbedaan yang mendasar dalam penentuan dan sejarahnya. Penanggalan hijriah merupakan penanggalan yang berdasarkan pergerakan bulan, sehingga waktu dalam satu tahun relatif lebih singkat dibandingkan kalender masehi.
Sejarah Kalender Hijriah
Kalender yang ditemukan masyarakat Arab ini merupakan kalender yang telah dianut lama oleh para masyarakat Arab. Bahkan, masyarakat Arab telah mengenal bulan Dzulhijjah sebagai bulan haji. Mereka kenal bulan Rajab, Ramadhan, Syawal, Safar, dan lainnya; namun belum memiliki tahun absolut pada waktu itu.
Masyarakat Arab menggunakan acuan peristiwa besar ataupun kematian suatu tokoh yang terjadi ketika itu. Misalnya, dua tahun setelah renovasi Kakbah, dan lain-lain.
Dikutip dari kanal YouTube Yufid TV, Jumat (31/12/2021), masyarakat Arab merasa perlu memiliki tahun yang absolut sebagai acuan masyarakat. Umar bin Khattab yang saat itu menjabat sebagai khalifah pada tahun ketiganya mendapat sebuah surat dari Abu Musa al Asy’ari yang mengalami kebingungan terhadap penanggalan tahun.
Lalu Umar mengumpulkan para sahabat untuk menetapkan tahun yang bisa dijadikan sebagai acuan. Terdapat beberapa usul kala itu, ikut menggunakan tahun bangsa Romawi, lahirnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, diangkatnya Nabi sebagai rasul, hijrahnya Nabi dari Makkah ke Madinah, dan wafatnya Nabi.
"Mulai kapan kita menulis tahun." Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan: "Kita tetapkan sejak Rasulullah Shallallahu alaihi wassallam hijrah, meninggalkan negeri syirik." Maksud Ali adalah ketika Nabi hijrah ke Madinah. Kemudian Umar menetapkan tahun peristiwa terjadinya hijrah itu sebagai tahun pertama (Al-Mustadrak dan dishahihkan oleh Adz-Dzahabi).
Usul tersebut menjadi pilihan terbaik dari usul lainnya, menggunakan tahun Romawi dianggap telah terlalu tua, sedangkan kelahiran dan diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam tidak lepas dari perdebatan penentuan tahun tersebut, dan jika menggunakan peristiwa wafatnya Nabi akan menjadi kesedihan bagi masyarakat Arab.
Karena penentuan berdasarkan hijrahnya Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam, sehingga kalender tersebut dinamakan kalender hijriah.
Setelah itu menentukan bulan Muharam sebagai bulan pertama berdasarkan usul Utsman bin Affan dengan beberapa alasan. Di antaranya sudah dijadikan bulan pertama masyarakat Arab sejak lama, di bulan Muharam kaum Muslimin telah menyelesaikan ibadah haji, dan di bulan itu juga muncul tekad untuk berhijrah, sehingga ditentukan kalender hijriah dihitung saat Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wassallam hijrah dan dimulai pada bulan Muharam.
Sejarah Kalender Masehi
Berbeda dengan kalender hijriah, kalender masehi ditentukan berdasarkan revolusi matahari sehingga mengikuti pada arah musim.
Tahun masehi memiliki perjalanan yang panjang saat dibuat oleh bangsa Romawi kuno, namun pertama kali diciptakan oleh seorang biarawan katolik bernama Dionisius Exigus pada tahun 527 masehi. Perhitungan tahun yang menggunakan kelahiran Nabi Isa Alaihissallam sebagai permulaan tahunnya. Penamaan masehi diambil dari pengisbatan atas Al Masih.
Dikutip dari kanal YouTube Hastag TV, penanggalan masehi tersebut dinamakan Anno Domini (AD) yang berarti "tahun tuhan kita" yang berasal dari bahasa Latin. Pada awal mula kalender tersebut dibuat hanya terdiri dari 10 bulan, tanggal pertama bukan 1 Januari, melainkan 25 Maret, karena diyakini kelahiran Nabi Isa waktu itu terjadi saat 25 Maret.
Namun, karena kurangnya bukti yang akurat serta terjadinya perbedaan tanggal dengan musim di setiap tahun membuat banyak ilmuwan yang memperbaiki sistem penanggalan dari Dionisius Exigus tersebut.
Berkembangnya sistem penanggalan masehi dari bangsa Romawi yang saat itu dipimpin oleh Julius Caesar, membuat bangsa Romawi menamakan bulan yang dikaitkan dengan nama-nama dewa yang dianutnya kala itu.
Misalnya dewa Mars, dewa Maia, dewa Juno. Sedangkan nama-nama Quintrilis, Sextrilis, September, October, November, dan December adalah nama yang diberikan berdasarkan angka urutan susunan bulan. Sementara untuk bulan April yaitu ketika musim semi, bangsa Romawi menyambut dengan sukacita sehingga disebut saat itu Aprilis dari kata Aperiri yang berarti cuaca yang nyaman.
Namun, penanggalan tersebut memiliki selisih 60 hari untuk kembali ke bulan Martius (berdasarkan musim), maka 30 hari pertama diberi nama Januarius yang dikaitkan dengan dewa Janus, dewa yang bermuka dua, yang menatap ke arah masa depan dan masa lalu sehingga ditetapkan sebagai awal tahun. Lalu 30 hari berikutnya dikaitkan dengan dewi Febria, dewi kasih sayang dan cinta kasih, sehingga terdapat hari valentine pada bulan tersebut.
Saat masih memimpin bangsa Romawi, Julius Caesar bertemu dengan ahli astronomi dan menemukan bahwa dalam satu tahun terdapat 365,25 hari sehingga ditentukanlah tahun kabisat setiap 4 tahun sekali, sehingga lahirlah kalender Julian. Untuk menghormati namanya, Julius dijadikan nama bulan menggantikan quintrilis menjadi bulan Juli. Jenderal Augustus pun diabadikan sebagai nama bulan karena pengaruh besarnya kepada bangsa Romawi, Sextirilis diganti dengan Augustus.
Dalam perjalanannya, kalender Julian terdapat penyempurnaan yang dilakukan pemimpin gereja Katholik di Roma, Paus Gregious XIII. Penyempurnaannya antara lain memangkas hari agar sesuai dengan musim serta mengubah awal mula tanggal dari tanggal 25 ke tanggal 1 sehingga kalender masehi yang awalnya untuk memperingati kelahiran Nabi Isa Alaihissallam berubah menjadi mengikuti perubahan musim yang terjadi di Eropa kala itu.
Wallahu a'lam bishawab
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait