Berkah itu sendiri hadirin,
Imam An-Nawawi menyebutnya dengan makna tumbuh, berkembang, atau bertambah; dan kebaikan yang berkesinambungan.
Al-Asfahani dan Ibnu Faris, menyebutkan, barokah arti asalnya adalah “dada atau punggung unta yang menonjol”. Ini ada kaitannya dengan arti “tumbuh dan bertambah”. Sebab, salah satu dari anggota tubuh unta itu menonjol dari tubuhnya yang lain.
Berkah di sini juga dimaiknai sebagai “Tetapnya kebaikan yang bersifat ilahiyah”.
Maka, Ulama menyimpulkan, makna berkah adalah segala sesuatu yang banyak dan melimpah, mencakup berkah-berkah material dan spiritual, seperti keamanan, ketenangan, kesehatan, harta, anak, dan usia.
Begitulah, yang pada intinya adalah untuk mendapatkan keberkahan dari rahmat-Nya harus diiringi dengan ketaatan, keimanan dan ketakwaan kepada Allah.
Sementara ada juga kenikmatan yang didapatkan oleh selain mereka yang beriman dan bertakwa kepada-Nya. Itu merupakan bentuk kasih sayang Allah terhadap makhluk-Nya. Namun kenikmatan kepada mereka yang ingkar dan maksiat itu, bukanlah suatu keberkahan, melainkan istidraj (pembiaran agar tetap merasa nyaman dengan keingkarannya).
Seperti jika karunia Allah berupa pemberian hujan yang menyirami suatu daerah, hujan itu mendatangkan manfaat, dan dengan air hujan itu yang diikelola dengan baik melalui sistem pengairan yang terintegrasi, maka dapat menghasilkan berbagai produksi pangan yang melimpah, mengisi persediaan air minum ke rumah-rumah warga, untuk mandi dan mencuci, hingga dapat untuk menggerakkan energi listrik.
Sebaliknya, karunia hujan itu bukan lagi menjadi berkah manakala kemudian mendatangkan berbagai kerusakan seperti banjir, tanah longsor dan sebagainya. Akibat ulah tangan-tangan manusia yang tidak memperhatikan kelestarian dan keseimbangan alam.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait