JAKARTA, lintasbabel.id - KH Yahya Cholil Staquf yang akrab disapa Gus Yahya, dinobatkan sebagai Ketua Umum PBNU dalam Muktamar ke-34 NU di Lampung Tengah, Provinsi Lampung pada Jumat (24/12/2021). Gus Yahya mengalahkan calon petahana, Ketua Umum PBNU KH Saiq Aqil Siroj.
Gus Yahya memperoleh 337 suara dan Kiai Said Aqil mendapatkan 210 suara. Hal itu berdasarkan voting pemilihan Calon Ketua Umum PBNU.
Gus Yahya merupakan putra salah satu pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), KH Muhammad Cholil Bisri.
Sedari kecil, pria kelahiran 1966 ini berguru ke KH Ali Maksum Madrasah Al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta. Semasa kuliah, Gus Yahya memutuskan untuk menuntut ilmu di FISIPOL Universitas Gajah Mada UGM).
Selama masa kuliah, Gus Yahya aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Yogyakarta. Kakak kandung Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas itu, sempat bermukim selama setahun di Mekkah, Arab Saudi untuk mengaji.
Gus Yahya juga menjadi pengasuh Pondok Pesantren Raudlatut Tholibin, Rembang, Jawa Tengah. Selain itu, tahun 2014, Gus Yahya bersama rekannya mendirikan institut keagamaan di California, Amerika Serikat yang bernama Bayt ar-Rahmah li ad-Da'wa al-Islamiyah Rahmatan li al-Alamin. Institusi itu mengkaji agama Islam untuk perdamaian dan rahmat alam.
Bukan hanya dikenal sebagai tokoh agamawan, Gus Yahya disebut-sebut merupakan pegiat ikhwal "rahmah" dalam penyelesaian konflik kemanusiaan dunia.
Tokoh NU yang kini menjabat sebagai Katib Aam PBNU ini, pernah menuai kontroversi lantaran aksinya memenuhi undangan dialog dari American Jewish Committee (AJC) Global Forum untuk datang ke Israel pada Juni 2018.
Dalam bidang politik, Gus Yahya pernah menduduki jabatan penting di pemerintahan. Pada masa kepemimpinan Presiden ke-4 RI, Gus Yahya pernah menjabat sebagai juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Kemudian pada 31 Mei 2018, ia dilantik menjadi salah satu anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) oleh Presiden Joko Widodo hingga tahun 2019.
Berikut Biodata Lengkap Gus Yahya:
Nama : KH Cholil Yahya Staquf
Tempat Lahir: Desa Leteh, Kecamatan, Kabupaten Rembang tanggal 16 Februari 1966.
Nama Ayah: KH M Cholil Bisri
Nama Ibu Kandung: Nyai Hj Muhsinah
Adik Kandung: Yaqut Cholil Qoumas yang kini menjabat Menteri Agama
Pendidikan:
- Pondok Pesantren Al Munawwir Krapyak Yogyakarta
- Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL) Universitas Gajah Mada
Organisasi:
- Katib 'Aam PBNU 2019-2021
- Institut keagamaan di California, Amerika Serikat yang bernama Bayt ar-Rahmah li ad-Da'wa al-Islamiyah Rahmatan li al-alamin
Karier:
- Juru Bicara Presiden Abdurrahman Wahid
- Anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) oleh Presiden Joko Widodo hingga tahun 2019.
Kiprah Global:
1. Inisiator/pendiri Bayt Ar-Rahmah Li adDa’wa Al-Islamiyah rahmatan Li Al-alamin, institut keagamaan di California, Amerika Serikat. Lembaga ini mengkaji agama Islam untuk perdamaian dan rahmat alam.
2. Tenaga ahli perumus kebijakan pada Dewan Eksekutif Agama Agama di Amerika Serikat-Indonesia yang didirikan berdasarkan perjanjian bilateral yang ditandatangani oleh Presiden Obama dan Presiden Jokowi pada Oktober 2015 untuk menjalin kemitraan strategis antara Amerika Serikat dan Indonesia.
3. Didaulat sebagai utusan GP Anshor dan PKB untuk jaringan politik tersebar di Eropa dan Dunia, Centrist Democrat International (CD) dan European People’s Party (EPP). American Jewish Committee (AJC) pernah mengundangnya berpidato tentang resolusi konflik keagamaan.
4. Pada Juni 2018, menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel. Dalam forum ini, Gus Yahya menyuarakan menyerukan konsep rahmat, sebagai solusi bagi konflik dunia, termasuk konflik yang disebabkan agama. Ia menawarkan perdamaian dunia melalui jalur-jalur penguatan pemahaman agama yang damai.
5. Pada 15 Juli 2021, menyampaikan pidato kunci berjudul "The Rising Tide of Religious Nationalism" (Pasang Naik Nasionalisme Religius) dalam perhelatan International Religious Freedom (IRF) Summit, di Washington, DC, Amerika Serikat.
Visi Misi Gus Yahya
Gus Yahya yang menjadi calon terkuat Ketua Umum PBNU mengajak Nahdliyin untuk tidak sekadar memahami NU sebagai identitas. Sebab, NU didirikan membawa mandat peradaban.
Menurut Gus Yahya, jika hal itu terjadi, NU hanya jalan di tempat, dan baru bergerak jika diserang. Tapi tidak ada langkah untuk mengejar suatu tujuan tertentu di masa depan.
“Ini penting sekali untuk dipahami semua kader NU, supaya kemudian siap untuk bergerak bekerja menjalankan agenda-agenda organisasi,” ujarnya dalam Ngopi Bareng Gus Yahya, Selasa (21/12/2021).
Gus Yahya mengakui, upaya untuk menjadikan NU sebagai model peradaban di masa depan butuh perjuangan. Namun dengan trigger yang kuat, komunikasi, dan kerja sama, semua itu bisa dilakukan.
Dia pun mengajak, kader-kader NU harus berani berpikir soal ini. Sebab jika tidak, nanti hanya berebut remeh temeh seperti yang selama ini terjadi.
“Maka mulai sekarang, kita harus membangun mentalitas dan mindset untuk berpikir soal mandat peradaban itu,” katanya.
Apalagi, di generasinya ke bawah, hal ini bukan sesuatu yang sulit. Sebab sudah ada sosok yang memulai, sehingga tinggal meneruskan. Sosok tersebut adalah KH Abdurahman Wahid (Gus Dur).
“Gus Dur sudah memulai. Pergulatan politik, pemikirannya sudah bisa kita lihat. Bahwa Gus Dur melakukan perjuangan peradaban,” katanya.
Atas dasar itu, kata Gus Yahya, sosok Gus Dur akan selalu dibutuhkan. Sayang, sosoknya sudah tidak ada di dunia ini.
“Apa yang bisa kita lakukan? Kita tidak punya pilihan. Kita harus menghidupkan Gus Dur, dengan cara menghidupkan pemikiran dan idealismenya di organisasi. Maka ber NU, sama dengan ber Gus Dur,” ujarnya.
Mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) ini menyebut, NU berdiri pada 1926 usai kekhalifahan Turki Utsmani runtuh di tahun 1924. Padahal pada zaman itu, kekhalifahan Turki Utsmani menjadi model dunia keislaman.
“Kekhalifahan Turki Utsmani ini bisa saya sebut imperium terbesar yang pernah ada sepanjang sejarah. Bisa dibandingkan dengan imperium Iskandar Zulkarnaen,” paparnya.
Kemudian, jelas Gus Yahya, salah satu pendiri NU KH Wahab Chasbullah yang sempat berada di Arab menyatakan bahwa Arab Saudi tidak bisa dijadikan model. Sehingga akhirnya bersama-sama mendirikan NU ini.
“Kesimpulan deduktif saya, pendirian NU ini adalah upaya menemukan format peradaban baru. Pasti skalanya global. Maka lambang yang dipilih adalah lambang jagad, bola dunia,” katanya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait