Oleh para pendukung, pria lulusan Universitas Al Azhar Kairo itu digambarkan seorang moderat yang menawarkan penyeimbang ideologi radikal. Dia mengecam keras serangan 11 September 2001 (9/11) di Amerika Serikat (AS) dan mendukung politik demokrasi. Di sisi lain, dia menyampaikan pandangan yang menyetujui kekerasan untuk mencapai tujuan.
Usai invasi Irak yang pimpinan AS pada 2003, dia mendukung serangan terhadap pasukan koalisi. Beberapa negara bagian Barat pun melarangnya masuk. Sementara itu selama pemberontakan Arab Springs, dia menyerukan pembunuhan pemimpin Libya Muammar Gaddafi serta menyatakan jihad melawan pemerintah Presiden Suriah Bashar Al Assad yang menganut Syiah.
Saat muda Al Qaradawi juga bergabung dengan organisasi Ikhwanul Muslimin, kelompok terlarang di Mesir dan negara-negara Arab. Organisasi ini dipandang sebagai ancaman oleh para pemimpin Arab otokratis sejak didirikan pada 1928 oleh Hasan Al Banna.
Dia menolak tawaran untuk memimpin organisasi itu dan memilih fokus menyampaikan ceramah.
Salah satu penampilannya yang menonjol adalah setelah penggulingan Presiden Hosni Mubarak. Saat itu dia tampil di Tahrir Square, Kairo, menyampaikan orasi kepada ratusan ribu pendukung. Dia mengatakan rasa takut telah dicabut dari warga Mesir yang telah menggulingkan firaun modern.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait