Cerpen: Ayah, Aku Rindu

Jurnalis Warga
Ilustrasi ayah. Foto: Istimewa

TERLIHAT beberapa orang sedang sibuk di luar dan dalam rumah ku untuk acara pernikahan ku yang akan di selenggarakan besok pagi. 

Ku lihat kedua tangan ku yang sudah terukir dengan indah hiasan Henna yang mulai mengering. Aku pun, menuju kamar mandi untuk membersihkannya.

Keesokan harinya...

Nazila nampak cantik dengan kebaya pengantin berwarna putih.  Belum lagi, hijab yang di tata sedemikian rupa, sehingga ia nampak seperti bidadari. Tak lupa di atas kepalanya, di hiasi dengan mahkota kecil membuatnya bagaikan seorang ratu yang cantik jelita.

"Masya Allah, putri bunda cantik sekali." ujar Bunda Riva kepada putrinya, Nazila. Ia memeluknya dengan erat.

"Terimakasih bund. Jangan nangis, nanti Nazila ikut nangis." ucap Nazila yang terlihat menahan tangisnya.

"Iya sayang. Yuk keluar, karena akad nya sudah selesai." ajak Bunda Riva, yang di balas anggukan kecil dari Nazila.

Tanpa sadar, kini pernikahan Nazila dan suaminya sudah menginjak usia dua tahun. Kini, Nazila sudah mempunyai satu anak perempuan. Karena tempat kerja suaminya jauh dari rumah nya, suami nya pun membeli rumah sederhana di dekat tempat kerja nya. Terkadang, Nazila akan pulang ke rumah orangtuanya sekitar dua bulan sekali atau lebih.

Saat ini, Nazila sedang menggendong anaknya, di kamar. Tiba-tiba ia mendengar suara dering telepon dari meja rias nya. Nazila melihat, ternyata adalah bunda yang menelponnya. Nazila mengangkat nya menggunakan sebelah tangannya.

Setelah itu, Nazila menidurkan putri nya di kasur. Lalu ia pun ikut merebahkan tubuhnya di dekat anak nya. "Assalamualaikum bunda." Salam Nazila sambil tersenyum.

"Waalaikumussalam. Gimana kabar nya kamu sayang? Kana sama Suami kamu gimana, Sehat?" Tanya Bunda Riva dari seberang telepon.

"Alhamdulillah baik semua bund. Bunda sama ayah gimana kabarnya?" Tanya balik Nazila.

"Bunda baik Alhamdulillah. Emm, Ayah kamu juga baik." Jawab bunda.

"Alhamdulillah."

"Kanaya lagi apa Zil?" Tanya Bunda dari sana.

"Lagi tidur bund. Tadi habis minum susu." Jawab Nazila. "Ayah mana bund?" Lanjut nya.

"Ini ayah kamu lagi makan." Jawab bunda Riva. Hampir sekitar sepuluh menitan, mereka mengobrol. "Ya sudah ya, kita lanjut lagi nanti." Ujar bunda, setelah mengucapkan salam, Telfon pun ditutup.

Nazila memandangi telfon nya dengan sendu. Setiap bunda nya menelpon, ayah nya pasti tidak pernah mau bicara dengan nya. Jujur, sebenarnya Nazila merindukan Ayah nya. Ingin memeluk ayah nya, ingin mengobrol juga dengan ayah nya. Tetapi, seperti nya ayah nya tidak merindukan nya. Pikir Nazila yang tanpa sadar meneteskan air mata.

Hari ini, tibalah jadwal Nazila, Suami dan anak nya berkunjung ke rumah orangtuanya. Terlihat mereka membawa banyak oleh-oleh untuk keluarga nya.

"Assalamualaikum bunda, ayah." Salam Nazila dan suaminya ketika sudah di depan rumah orangtuanya. 

"Waalaikumussalam. Masya Allah yuk masuk." Jawab Bunda Riva.

"Gimana kabar nya bund, yah?" Tanya Rangga, Suami Nazila sambil menyalami tangan mertua nya bergantian.

"Alhamdulillah baik nak." Jawab mereka.

"Sini Zil, Kana biar sama Ayah aja." Ujar Ayah kemudian mengambil alih Kanaya dari tangannya. Terlihat, sang ayah menciumi pipi cucu nya, mengajak nya mengobrol dan sesekali terlihat Kanaya tertawa.

"Boleh enggak sih cemburu sama anak sendiri? Kenapa ayah dekat sama Kanaya? aku juga pengen di peluk ayah, di ajak ngobrol sama ayah." Ujar Nazila dalam hati nya yang memandang sendu kearah ayah dan anak nya.

"Zil, kenapa kok muka nya sedih gitu?" Tegur bunda.

"Eh, enggak kok. Oh ya bund, udah pada makan belum? Kita makan sama-sama ya. Biar Nazila yang masak." Ujar Nazila, kemudian membawa oleh-oleh nya ke dapur di bantu Rangga, suaminya.

Malam pun tiba. Kini, Nazila sedang berada di kamar bersama suami nya. Sedangkan anak nya, tidur bersama bunda dan ayah nya.

"Mas, Aku tuh kangen tau sama ayah. Masa, setiap ke sini yang selalu di ajak ngobrol sama ayah itu Kana terus. Aku juga pengen." Adu Nazila dengan cemberut.

"Masa cemburu sama anak nya sendiri sih." Kekeh Rangga sambil mencubit pipi Nazila pelan.

"Ihh enggak gitu lho Mas... Dari dulu, aku tuh pengen banget bisa deket sama ayah. Kadang aku berpikir, apa ayah enggak sayang ya, sama aku." Ucap Nazila dengan sendu.

"Huss, ngomong apa sih. Setiap ayah pasti sayang sama anak nya." Ujar Rangga, ia memeluk istrinya kemudian mencium kening istrinya. "Udah malam. Tidur ya sayang." Lanjut nya, yang di balas anggukan pelan oleh Nazila.

Keesokan harinya, Nazila membantu bunda nya memasak di dapur. Suami dan ayah nya sedang mengobrol di luar rumah. Sedangkan anak nya, berada di gendongan ayah nya.

"kenapa Zil? Kok kayak sedih gitu sih dari kamarin." Tegur bunda yang sibuk menumbuk bumbu.

"Enggak kok bund." Nazila tersenyum, kemudian melanjutkan pekerjaannya memotong kangkung.

"Cerita sama bunda." Ujar Bunda Riva, ia menghentikan pekerjaannya. Kemudian berjalan mendekati anak nya. "Kenapa hemm?"

"Hiks hiks, bunda. Nazila tuh rindu banget sama ayah." Setelah semalaman ia menahannya, Tangis Nazila pun pecah, ia memeluk bunda nya erat.

"Eh, kan udah ketemu?" Bingung bunda, seraya membalas pelukan Nazila.

"Nazila tuh pengen ngobrol sama ayah. Pengen di peluk sama ayah kayak gini bund. Dari dulu, ayah enggak pernah peluk Nazila." Ujar Nazila. "Saat pernikahan Nazila aja, Ayah enggak ada peluk Nazila. Ayah enggak mengeluarkan air mata nya wa-walaupun hanya setetes aja. Ayah juga enggak pernah telfon Nazila saat Nazila ada di Jakarta. Selalu aja bunda yang Telfon. Selalu aja bunda yang peluk Nazila. Nazila juga pengen bund, di peluk sama ayah. Hiks.." lanjut Nazila yang menangis sesenggukan.

"Ya Allah sayang." Bunda Riva pun ikut menetes kan air mata nya. "bunda mau cerita sesuatu. Kamu dengarkan ya."

"Tadi Zila tanya, kenapa ayah enggak menangis saat pernikahan kamu. Sayang, saat itu adalah patah hati terberat bagi ayah. Harus melepaskan anak perempuan satu-satunya yang selama ini ia jaga, kepada orang lain. Saat malam nya sebelum akad, ayah kamu menangis di kamar. Ayah cerita sama bunda. Kata nya, Ayah pengen peluk Nazila, Ayah masih pengen liat Nazila terus. Tapi ayah juga pengen yang terbaik untuk anak nya. Saat pernikahan kamu pun, ayah pengen banget nangis. Tapi ayah tahan, karena enggak mau membuat kamu sedih. Dan satu hal yang perlu kamu tau. Setiap bunda Telfon kamu, itu bukan kemauan bunda. Tapi ayah yang suruh. Ayah rindu mau dengar suara kamu, tapi ayah gengsi mau bertanya langsung. Karena sebelumnya kalian tidak terlalu dekat. Jadi, ayah menyuruh bunda. Sayang, Seorang ayah itu, rasa sayang terhadap anak nya tidak ia nampak kan. Beda dengan seorang ibu, rasa sayang nya ia nampak kan. Jadi mungkin, sebagai seorang anak sering salah paham kepada ayah nya." Ujar bunda Riva panjang lebar.

"Ya Allah bunda.. Selama ini, Nazila udah salah paham sama ayah. Nazila kira, ayah enggak rindu sama Nazila." Rengek Nazila.

"Setiap ayah, jika jauh dengan anak nya pasti merindukan nya." Ujar bunda Riva sambil menghapus air mata Nazila.

"Ayah, Maafkan Nazila. Nazila yang terlalu gengsi ketika memulai obrolan dengan ayah. Sekarang, Nazila tau, Bahwa Ayah sayang sama Nazila. Terimakasih Ayah." Ujar Nazila dalam Hati nya.

"Terkadang, karena gengsi yang tinggi, membuat sebuah hubungan menjadi renggang." 

Tamat.

 

**) Penulis: Khoiriah Apriza, Siswa Kelas 2 SMAN 1 Airgegas, Kabupaten Bangka Selatan.

 


Khoiriah Apriza, Siswa Kelas 2 SMAN 1 Airgegas, Kabupaten Bangka Sealtan. Foto: Dokumen Pribadi.

 

Lintas Babel menerima artikel dari masyarakat berupa opini, cerpen, puisi atau pantun. Artikel dapat dikirimkan ke email konsusbabel2021@gmail.com. Untuk setiap artikel yang ditayangkan kami tidak menyediakan imbalan apapun. Dan isi dari artikel yang ditulis sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.

 

Editor : Muri Setiawan

Bagikan Artikel Ini
Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis iNews Network tidak terlibat dalam materi konten ini.
News Update
Kanal
Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik Lebih Lanjut
MNC Portal
Live TV
MNC Network