Kekayaan laut tersebut menjadi mata pencaharian masyarakat setempat yaitu nelayan, ada ribuan nelayan setiap hari melaut (menangkap ikan, udang, kepiting dan jenis lainnya) yang bergantung kehidupannya untuk mencukupi keluarga dari turun temurun.
"Hasil melaut kemudian mereka jual dengan tengkulak/pengepul kemudian tengkulak menjualkan ke pasar dan di pasar tradisoanal dibeli dan dikonsumsi yang dapat memenuhi daging laut untuk masyarakat Bangka Belitung. Udang yang banyak didapati di TKD memiliki nilai ekspor tinggi, selain itu TKD dimanfaatkan masyarakat untuk budidaya rumput laut, jenis kerang, ikan kerapu dan lain-lain yang memiliki nilai jual sangat tinggi," ujarnya.
Dikatakan Maryono, Teluk Kelabat Dalam bukan hanya sebagai tempat nelayan mencari makan, lebih dari itu TKD merupakan warisan alam yang harus dijaga dari leluhur atau orang tua terdahulu.
"Tidak ada kita jumpai atau sejarah mencatat bahwa nenek moyang atau masyarakat asli Bangka Penambang terkhusus TKD. Tradisi budaya di laut dan tarian, alat nelayan banyak kita jumpai yang sampai saat ini masih dilestarikan. Para orang kita dulu mengajarkan dan mewarisi bagaimana menjaga atau bersahabat dengan alam bukan merusak alam dan habitatnya, maka dari itu TKD mereka lindungi dari kerusakan oleh manusia," katanya.
Namun, lanjutnya, kekayaan alam dan mata pencaharian sebagai penopak kehidupan diatas terancam hilang dengan adanya aktivitas pertambangan. aktivitas pertambangan tidak pernah menguntungkan masyarakat setempat melainkan hanya memperkaya kelompok-kelompok besar dan pengusaha luar.
"Bukan dilakukan oleh masyarakat nelayan pesisir atau setempat, melainkan orang-orang luar yang tidak bertanggung jawab atas kerusakan laut yang terjadi, dan tidak sama sekali mampu menggerakan ekonomi masyarakat TKD, melainkan mematikan gerakan ekonomi masyarakat setempat," tuturnya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait