Tolak Asas Dominus Litis: Ancaman Serius terhadap Independensi Peradilan di Indonesia
![header img](https://img.inews.co.id/media/600/files/networks/2025/02/10/9b843_m-jaka-zia-utama-ketua-lbh-kahmi-babel.jpeg)
PANGKALPINANG, Lintasbabel.inews.id- Protes keras mengemuka terhadap penerapan Asas Dominus Litis dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP). Asas ini dinilai berpotensi mengikis independensi penegakan hukum di Indonesia, memicu kekhawatiran di kalangan akademisi dan praktisi hukum.
M.Jaka Zia Utama Ketua LKBH KAHMI BABEL termasuk salah satu yang menolak azas tersebut.Menurutnya, Asas Dominus Litis berisiko menggeser kewenangan kepolisian dan membuka peluang intervensi dalam proses hukum. “Asas ini dapat melemahkan posisi kepolisian sebagai institusi penegak hukum yang independen. Jika diterapkan, dikhawatirkan akan terjadi ketimpangan dalam sistem peradilan kita,” ujar Jaka
Lebih lanjut, Jaka menjelaskan bahwa asas tersebut berpotensi menciptakan ketidakseimbangan antara kewenangan kepolisian dan kejaksaan. Hal ini, menurutnya, dapat mengancam prinsip keadilan dan transparansi dalam penegakan hukum. “Revisi KUHP seharusnya memperkuat sistem peradilan, bukan justru melemahkannya. Keseimbangan antara kepolisian dan kejaksaan harus tetap dijaga agar hukum dapat ditegakkan secara adil,” tegasnya.
Jaka juga mengimbau agar pemerintah dan DPR mengkaji ulang RUU KUHP secara mendalam. “Kami berharap agar RUU ini tidak terburu-buru disahkan. Perlu ada kajian yang komprehensif untuk memastikan bahwa perubahan regulasi ini tidak justru memperburuk sistem peradilan kita,” tambahnya.
Penolakan terhadap Asas Dominus Litis ini semakin menguat di tengah maraknya kritik terhadap RUU KUHP. Banyak pihak menilai bahwa asas tersebut dapat menjadi bumerang bagi penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam menjaga independensi dan keadilan sistem peradilan.
Sebagai informasi, Asas Dominus Litis memberikan kewenangan penuh kepada jaksa dalam menentukan apakah suatu kasus akan diproses secara hukum atau tidak. Meski dianggap sebagai upaya mempercepat proses hukum, asas ini dikhawatirkan akan menciptakan ketergantungan yang berlebihan pada kejaksaan, sehingga berpotensi memicu penyalahgunaan wewenang.
Dengan berbagai risiko yang mengintai, desakan untuk mengkaji ulang RUU KUHP semakin mengemuka. Masyarakat pun berharap agar pemerintah dapat mendengarkan aspirasi berbagai pihak demi terciptanya sistem peradilan yang lebih adil dan independen
Editor : Agus Wahyu Suprihartanto