PEMERINTAH Indonesia telah menerbitkan aturan baru yang memungkinkan organisasi kemasyarakatan (ormas) keagaaman untuk mengelola tambang. Kebijakan ini diwujudkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 25 tahun 2024 tentang perubahan atas PP No. 96 Tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan Batubara.
Kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dengan memberikan kesempatan kepada ormas keagamaan untuk mengelola wilayah khusus izin usaha pertambangan (WIUPK) secara prioritas. WIUPK ini sebelumnya dikelola oleh badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagaaman.
Menurut Pasal 83A PP 25/2024, WIUPK dapat dilakukan penawaran secara prioritas kepada Badan Usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan. Kebijakan ini diapresiasi oleh beberapa pihak, termasuk Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas, yang mengatakan bahwa ormas keagamaan telah banyak berkontribusi untuk negara dan bangsa.
Aturan ini memiliki beberapa keterbatasan dan syarat. Pertama, WIUPK yang dikelola oleh ormas keagamaan tidak boleh dipindahtangankan atau dialihkan tanpa persetujuan Menteri terkait. Kedua, badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan harus memiliki saham mayoritas dan menjadi pengendali. Ketiga, badan usaha tersebut dilarang bekerjasama dengan pemegang PKP2B sebelumnya dan / atau afiliasinya.
Namun, kebijakan ini juga menimbulkan kontroversi. Beberapa pihak mengkritik bahwa pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan tidak sesuai dengan Undang-Undang Minerba dan dapat menimbulkan konflik horizontal serta kerugian lingkungan dan masyarakat.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti, mengatakan bahwa jika ada penawaran resmi Pemerintah, Muhammadiyah akan membahasnya dengan seksama agar tidak menimbulkan masalah. Namun, dia juga menjelaskan bahwa perizinan merupakan wewenang pemerintah dan pengelolaan tambang tidak otomatis wewenang ormas.
Kritikus kebijakan ini juga mengatakan bahwa pemberian izin usaha pertambangan kepada ormas keagamaan dapat menimbulkan tukar guling kepentingan antara pemerintah dengan ormas keagamaan. Mereka juga mengkhawatirkan bahwa ormas keagamaan tidak memiliki modal yang cukup untuk mengelola tambang secara efektif.
Dalam beberapa tahun terakhir, Presiden Joko Widodo telah berjanji memberikan izin tambang kepada organisasi keagamaan, seperti Nahdlatul Ulama (NU), untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Namun, kebijakan ini telah menimbulkan kontroversi dan kritik dari berbagai pihak.
Adapun respon dan tanggapan saya, Dalam beberapa hal, kebijakan ini dapat membawa manfaat bagi masyarakat, seperti meningkatkan pendapatan dan kesempatan kerja.
Namun, dalam beberapa hal lain, kebijakan ini juga dapat menimbulkan kerugian lingkungan dan masyarakat, serta konflik horizontal. Oleh karena itu, kebijakan ini perlu ditinjau ulang dan diperbaiki agar tidak menimbulkan masalah yang lebih besar. **)
Penulis: Junita Sandora Sinaga, Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis UBB.
Editor : Muri Setiawan