get app
inews
Aa Read Next : Posisi Strategis Pemuda dalam Pesta Demokrasi 2024 Sebagai Emansipasi Menghadapi Bonus Demografi

Pemilu 2024, DPC GMNI Babel: Selamatkan Demokrasi, Lawan Dinasti

Senin, 05 Februari 2024 | 17:56 WIB
header img
Ilustrasi Pemilu 2024 (Foto : Istimewa)

TUHAN tidak merubah nasib suatu bangsa sebelum bangsa itu merubahnya,” demikianlah kutipan fenomenal Bung Karno pada 1964.

Kontestasi elektoral  merupakan fase krusial dalam suksesi kepemimpinan nasional yang hari-hari ini sedang kita jalani. Tidak hanya soal perhelatannya, begitupun gagasan yang berlangsung dalam proses politik ini. Bagaimanapun, produksi ide harus massif didiskusikan guna menentukan arah berlayar sebuah bahtera agung bernama Indonesia. 

Realitas yang terjadi menampilkan berbagai macam reaksi kritis warga negara terhadap orientasi pemilu 2024. Apakah mengarah pada politik yang Ideologis ataukah pada politik pragmatis yang tidak memposisikan nilai dan moral sebagai landasan etis dalam mengerjakan Tugas-tugas Revolusi 1945?.

Menyelamatkan kaum marhaen, mengerjakan amanat  penderitaan rakyat, menyelesaikan tugas revolusi yang belum usai sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD alinea ke-4, sangat bergantung pada komitmen Individu-individu bangsa Indonesia. 

Sederhananya, politik merupakan instrumen, metode serta alat negara dalam menciptakan kontruksi sosial serta menentukan hendak kemana kapal  yang bernama Indonesia akan berlayar. Dengan demikian, kritik objektif terhadap calon pimpinan nasional terkait capaian, latar belakang, serta visi besar yang ditawarkan akan menjadi tolak ukur bagaimana kita dapat menjalankan proses berbangsa dan bernegara pada masa-masa mendatang. 

Akankah bangsa Indonesia bermuara pada kondisi masyarakat adil dan makmur, ataukah terpuruk pada kondisi masyarakat yang sama ratap dan tangis?

Selain melekat pada individu-individu, tercapainya kemakmuran sangat bergantung pada kebijakan nasional.  Pertimbangan historis/filosofis, sosiologis maupun yuridis menjadi pijakan penting menuju pemerataan pendidikan, akses kesehatan yang humanis, pengentasan disparitas sosial, hingga penjaminan terhadap ruang hidup yang bebas dari pengrusakan lingkungan. 

Sebagai refleksi, berikut catatan penting yang perlu kita kawal dari para aktor politik, baik eksekutif maupun legislatif:
1. Penggunaan alat-alat negara
2. Dinasti politik
3. Pengangkangan Konstitusi
4. Hilirisasi kekuasaan
5. Pengabaian terhadap kejahatan lingkungan

Berdasarkan fakta tersebut, tawaran tentang mimpi Indonesia Emas di masa depan berpeluang menjadi angan imajiner, barangkali hanya akan menjadi konsep remang-remang di lubang galian tambang, di hutan gersang atau dalam masyarakat adat tanpa ritual karena telah kehilangan kawasan.

Maka dari itu, GmnI Bangka Belitung mengajak seluruh lapisan masyarkat untuk selalu membudidayakan pikiran kritis melalui proses kritik dan otokritik guna mencapai solusi nyata bagi keagungan pelayaran bahtera bernama Indonesia.

Akhir kata, adalah sebuah keniscyaan bahwa warga negara dan para aktor politik yang bertarung pada Pemilu kelak begitu  menentukan seperti apa  bentuk Indonesia di masa mendatang.

“Selamatkan Demokrasi, Lawan Dinasti”
Merdeka!!
GmnI!!
Marhaen!! **)

Artikel ini ditulis oleh Heri Alamsyah, Ketua DPC GMNI Babel

 

 

 

Editor : Muri Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut