BELITUNG, Lintasbabel.iNews.id - Sekitar 800 massa dari Forum Perjuangan Masyarakat Belantu (FPMB) melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD dan Kantor Bupati Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Selasa (9/1/2024). Aksi ini dlakukan mengingat jadwal agenda sidang pembacaan vonis 11 Pejuang Keadilan Membalong yang dikriminalisasi oleh perusahaan perkebunan sawit PT. Foresta Lestari Dwikarya semakin dekat. Tentu, apapun vonis yang akan dbacakan oleh Majelis Hakim akan turut menjadi penentu untuk semua orang yang sedang memperjuangkan kehidupan yang lebih baik, adil, dan sejahtera.
Aksi unjuk rasa ratusan warga mendukung vonis bebas 11 orang warga Membalong yang berperkara dengan PT Foresta. Foto: Istimewa.
"Konflik struktural antara masyarakat Membalong dengan PT Foresta Lestari Dwikarya telah berlangsung 29 tahun lamanya. Dua kekuatan tersebut bukan dalam posisi yang setara. PT. Foresta Lestari Dwikarya dengan kekuasaannya mampu mengakali proses penerbitan dan perpanjangan Izin Usaha Perkebunan maupun Hak Guna Usaha, menyerobot kawasan hutan milik negara, dan memaksa masyarakat untuk keluar dari tanah yang sudah sejak lama menjadi sumber penghidupan. Sehingga masyarakat Membalong dalam rentang waktu yang sama mengalami kesulitan dalam meningkatkan derajat kualitas hidupnya, karena sumber dan potensi kekayaan telah dirampas oleh PT Foresta Lestari Dwikarya semata. Maka wajar apabila masyarakat Membalong marah, dan kemudian mengadakan perkumpulan untuk menuntut pengembalian hak masyarakat yang sudah direnggut oleh PT Foresta Lestari Dwikarya," demikian bunyi keterangan tertulis Forum Perjuangan Masyarakat Belantu (FPMB) yang diterima Lintas Babel, Selasa siang.
Menurut keterangan tersebut, sejak Juli 2023, masyarakat beberapa kali mendatangi kantor-kantor pemerintahan kabupaten untuk bertemu Bupati, Kepala ATR/BPN, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, serta wakil-wakil rakyat. Masyarakat meminta agar pelanggaran-pelanggaran PT Foresta Lestari Dwikarya dapat diusut secara tuntas dan ditindak menurut hukum yang memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat.
Namun, lembaga pemerintahan dan parlemen Belitung bertele-tele menangani permintaan masyarakat tersebut. Sampai akhirnya, kemarahan masyarakat yang semakin memuncak terhadap PT Foresta Lestari Dwikarya tidak bisa lagi dihindarkan.
Bukannya kemarahan masyarakat disikapi secara bijak oleh manajemen PT Foresta Lestari Dwikarya, supaya hak-hak masyarakat dapat segera dikembalikan, justru pimpinan perusahaan malah memperkeruh suasana dengan cara mengkriminalisasi 11 pejuang keadilan Membalong.
"Apakah memenjarakan 11 pejuang keadilan Membalong akan menyelesaikan persoalan pokoknya? Tentu saja tidak, kecuali melanggengkan dominasi dan kecurangan PT Foresta Lestari Dwikarya atas kehidupan masyarakat yang semakin terpuruk di dalam kemiskinan. Alasan-alasan berikut menjelaskan mengapa penting untuk mendukung pembebasan 11 pejuang keadilan Membalong," katanya.
Pertama, 11 pejuang keadilan masyarakat Membalong yang berlatar belakang sebagai buruh harian lepas, petani-pekebun, pekerja serabutan, dan pedagang kecil adalah kepala keluarga dan orang tua yang menjadi tulang punggung kehidupan keluarga dan anak-anaknya.
Kedua, 11 pejuang keadilan masyarakat Membalong bukan hanya berjuang demi hak masyarakat yang telah direnggut oleh PT Foresta Lestari Dwikarya. Akan tetapi mereka juga berjuang demi menyelamatkan potensi kerugian yang dialami oleh negara yang diakibatkan oleh pelanggaran dan kejahatan PT Foresta Lestari Dwikarya.
Ketiga, 11 pejuang keadilan masyarakat Membalong berjuang untuk masa depan anak-anak kita, generasi muda, para ibu-ibu demi mewujudkan keberlangsungan hidup yang lebih adil dan sejahtera di masa mendatang.
"Maka dari itu, seluruh rakyat Indonesia pada umumnya dan masyarakat Belitung khususnya perlu bersolidaritas dan mendukung majelis hakim agar dapat setulus hati dan pikiran memvonis bebas 11 pejuang keadilan masyarakat Membalong, karena hakim tentu saja tidak bisa diperalat untuk melanggengkan ketidakadilan dan pelanggaran-pelanggaran PT Foresta Lestari Dwikarya," tutup keterangan tersebut.
Editor : Muri Setiawan