JAKARTA, Lintasbabel.iNews.id - Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) Pertambangan khususnya timah, menjadi hal utama yang disoroti setiap kali dilakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) di Komisi VII DPR RI.
RDP kali ini yang dipimpin oleh Wakil Ketua Komisi VII, Eddy Suparno (Sekjen PAN), dihadari para anggota Komisi VII termasuk Bambang Patijaya (BPJ) anggota DPR RI dari Golkar (Ketua DPD Golkar Babel) yang dikenal getol memperjuangkan nasib pertimahan Babel di pusat, termasuk 2 anggota Komisi VII yang juga mantan Menteri Tiffatul Sembiring dan Asman Abnur.
Sementara, di sisi lain, selain AITI, AETI, juga tampak hadir langsung Dirjen Mineral yang juga Pj Gubernur Babel Ridwan Djamaluddin, Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (Ilmate) Kementerian Perindustrian Taufik Bawazier, dan lain-lain.
Proses penerbitan RKAB yang membutuhkan waktu 2-3 bulan menjadi ganjalan bagi para pelaku eksportir timah selama ini, sementara masa berlaku RKAB itu sendiri hanya 1 tahun, hal ini lah yang kemudian diharapkan adanya revisi.
Dilansir dari Babelpos, Ketua Asosiasi Industri Timah Indonesia (AITI) H. Ismiryadi mengatakan, perlu adanya perpanjangan masa berlaku RKAB, di samping lamanya proses penerbitan juga diharapkan untuk mengimbangi usia IUP Tambang itu sendiri.
"Proses RKAB itu sendiri di Kementerian (ESDM) kadang sampai 2-3 bulan, sehingga kalau jangka waktunya hanya 1 tahun, dipotong 2-3 bulan, jadinya tidak efektif lagi,’’ ujar pria yang akrab disapa Dodot itu.
"Jadi salah satu poin yang disampaikan ke Menteri adalah perlu adanya revisi peraturan menteri tentang RKAB, idealnya menurut saya RKAB berjangka waktu 2,5 - 3 tahun, untuk mengimbangi usia IUP tambang itu sendiri," ujarnya.
Terkait nasib ekspor timah Babel, Dodot menyebut hal itu adalah kebijakan pusat.
"Itu nantinya yang berkompeten akan menyampaikan ke Presiden. Saoal ekspor dan hilirisasi sebenarnya bagi Babel bukanlah hal asing, karena kalau boleh jujur, dalam pengelolaan sumber daya alam (SDA) seperti pengelolaan timah, Babel layak menjadi contoh bagi pengelolaan SDA yang lain. Babel sudah sejak era tahun 1970-an melakukan inovasi dalam pengembangan Industri dasar di PELTIM (Peleburan Timah Muntok) yang selanjutnya oleh pihak-pihak swasta dimulai sejak 2003 sampai sekarang,’’ tutur Dodot
"Intinya, kita dari Babel ini bukan tidak mendukung hilirisasi timah, namun semua tetap harus melalui kajian lebih dulu, kita berharap agar Presiden menerima masukan yang komprehensif soal timah yang berbeda dengan komoditas tambang yang lain," kata mantan ketua DPRD Babel ini.
Editor : Muri Setiawan