Memilukan! Perjuangan Mahasiswi UNY Bayar UKT sampai Jatuh Sakit Lalu Meninggal Dunia, Viral

YOGYAKARTA, Lintasbabel.iNews.id - Nama Nur Riska Fitri Aningsih mendadak viral di media sosial (medsos). Perjuangan mahasiswi Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) ini untuk tetap bisa kuliah, menyisakan kisah yang memilukan. Betapa tidak, mahasiswi asal Purbalingga ini mengalami hipertensi akut dan meninggal pada 9 Maret 2022 lalu.
Dilansir dari iNewsYogya.id, Jumat (13/1/2023), almarhumah sempat berkali-kali stres tak bisa membayar Uang Kuliah Tunggal (UKT) pada setiap semester. Kegigihan perjuangannya untuk tetap bisa kuliah diunggah teman satu kampus, sekaligus kakak tingkat Riska, Rachmad Ganta Semendawai (24) melalui akun Twitter @egantas.
Pada unggahan itu, dikisahkan bahwa Riska tinggal di sebuah kamar kos. Dia merupakan anak dari penjual gerobak sayur di pinggiran jalan Purbalingga, dan merupakan anak pertama dari lima bersaudara, yang semuanya belum lulus sekolah.
"Riska mengambil jurusan Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UNY. Selama kuliah dia terkendala dan tidak bisa membayar UKT," kata Ganta.
Kata dia, Riska mengalami permasalahan UKT karena harus membayar sebesar Rp3,14 juta. Dulu saat hendak kuliah dia memilih pembayaran UKT sesuai kemampuan pendapatan orang tuanya.
Namun, saat mengunggah persyaratan dia terkendala jaringan internet. Bahkan dia harus meminjam handphone milik tetangganya, karena dia tidak memiliki itu.
Sayangnya, handphone milik tetangganya itu bukanlah android yang canggih, hingga akhirnya berkas Riska tidak terkirim. Akhirnya, pihak kampus memutuskan nominal UKT sebesar Rp3,14 juta per semesternya.
"Memang ada levelnya UKT itu. Bukan yang tertinggi juga. Level terendah itu Rp500 ribu per semester," kata dia.
Dengan semangat tinggi, Riska berangkat ke Yogyakarta berbekal uang Rp139 ribu. Untuk biaya hidup, dia memilih bekerja paruh waktu dan makan seadanya. Dia juga berjuang untuk mendapatkan keringanan ke pihak kampus.
Semangat Riska untuk berkuliah tetap tinggi meski harus dibantu guru-guru sekolah dan rekan kampusnya dalam membayar UKT. Namun, upaya mendapatkan keringanan UKT harus kandas karena kompleksnya birokrasi di kampus.
“Untuk ke kampus Riska harus jalan kaki dari kosnya di daerah Pogung. Dia tak memiliki biaya untuk sekadar memanggil ojek online," katanya.
Riska akhirnya mendapat keringanan setelah perkuliahan berjalan di semester dua. Pihak kampus menyanggupi keringanan UKT, namun hanya berkurang Rp600 ribu dari biaya awal.
Riska kembali mengalami kesulitan membayar UKT pada semester ketiga. Padahal, dia sudah berjuang bekerja paruh waktu ataupun menghemat pengeluarannya. Bahkan dia terpaksa makan dengan abon pemberian temannya untuk beberapa hari.
Begitu juga untuk keperluan mandi, banyak dibantu teman satu kos yang bersimpati.
"Kabar terakhir, Riska mengajukan cuti. Riska sama sekali tak masuk kuliah dan tiba-tiba dirawat di rumah sakit hingga akhirnya meninggal dunia," katanya.
Peristiwa ini membuka mata berbagai pihak, jika UKT ternyata menjadi kendala mahasiswa. Bahkan, berdasarkan survei internal komunitas kampus @unybergerak, dari seribuan mahasiswa yang mengisi angket, 97 persen merasa UKT mereka tidak sesuai kemampuan ekonominya.
Rektor UNY, Sumaryanto mengaku prihatin akan kabar Riska yang kesulitan membayar UKT yang akhirnya meninggal dunia. Dia berjanji akan menindaklanjui permasalahan ini akan idak terulang lagi.
"Tentu kami tidak ingin menimpa mahasiswa lain yang kesulitan secara ekonomi," kata dia.
Sunaryanta menambahkan, sebenarnya ada beberapa cara untuk mengatasi persoalan UKT tersebut. Mahasiswa bisa mengajukan keringanan UKT, di antaranya berkirim surat langsung kepada rektor.
"Kalau bukan UNY yang membantu, saya secara pribadi yang akan membantu. Kami tidak ingin keluarga besar UNY sampai tidak selesai studinya hanya karena masalah uang, bisa ajukan surat ke rektor," katanya.
Editor : Muri Setiawan