Pembungkaman Terhadap Produk Jurnalistik Lintas Bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan

Menurut Imam, ketika jurnalis memutuskan tidak membuka data korban, maka ia sudah siap menanggung sebuah konsekuensi di pengadilan. Risiko yang dimaksud adalah jurnalis siap dipenjara demi mempertahankan kredibilitasnya melindungi identitas korban kekerasan seksual di depan pengadilan.
Kuasa hukum LPM Lintas, Ahmad Fathanah Haris, mengatakan pers mahasiswa harus mendapat perlindungan Dewan Pers karena berpatokan pada produk jurnalistik bukan pada organisasi. Sehingga dengan adanya keputusan Rektor IAIN Ambon menonaktifkan LPM Lintas menjadi fakta bahwa kampus tidak ramah terhadap kebebasan pers serta dalam fakta persidangan pula terdapat adanya cacat prosedul dan cacat substansi.
"Salah satunya, karena ada bentuk pembekuan dengan alasan-alasan tidak rasional. Padahal teman-teman Lintas melakukan kerja-kerja jurnalistik yang mengungkap fakta bahwa ada kasus di tubuh IAIN Ambon," kata Ahmad.
Dari keterangan saksi ahli di hadapan majelis hakim, pihak tergugat membenarkan hasil liputan Lintas sebagai karya jurnalistik karena memenuhi aspek produk jurnalistik. Di mana semua proses pencarian hingga penerbitan karya jurnalistik harus dilindungi undang-undang pers.
Tak hanya ahli pers dari Dewan Pers, Lintas juga menghadirkan dua saksi ahli lain di antaranya, Herlambang P. Wiratraman, dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada; Franky Butar Butar, dosen hukum administrasi negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga.
Editor : Muri Setiawan