get app
inews
Aa Text
Read Next : Penambang Timah di Bangka Barat Diserang Buaya 4 Meter

Kekeuh Larang Ekspor Timah, Bahlil Tak Gentar Diseret ke WTO

Selasa, 04 Oktober 2022 | 18:36 WIB
header img
Menteri Invetasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia. Foto: iNews.id.

JAKARTA, lintasbabel.id - World Trade Organization (WTO) atau organisasi perdagangan dunia menggugat Indonesia terkait larangan ekspor beberapa sumber daya mineral. Atas larangan itu, pasalnya banyak negara yang merasa dirugikan. 

"Kita juga memberlakukan hal yang sama (larangan ekspor timah) seperti nikel, biarkan saja orang membawa kita ke WTO, tidak usah pusing," ujar Menteri Invetasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dalam Orasi Ilmiah: Transformasi Ekonomi dengan Hilirisasi di Kampus ITS Surabaya, Selasa (4/10/2022). 

Seperti diketahui, tahun ini pemerintah mulai melakukan pelarangan ekspor bauksit, timah, hingga tembaga. Hal itu dianggap perlu karena demi menciptakan hilirisasi pada sumber daya mineral dan menghadirkan nilai tambah. 

Menurutnya, Indonesia mempunyai cadangan nikel terbesar di dunia setelah China. Akan tetapi, lanjut Dia, Indonesia justru menjadi eksportir terbesar untuk nikel di dunia mengalahkan China. 

"Indonesia menjadi penghasil timah terbesar kedua setelah China, tetapi China melakukan hilirasi 60-70%, di Indonesia tidak lebih 5%," kata Bahlil. 

Dijelaskan Bahlil, saat ini fokus pemerintah adalah membangun hilirisasi timah, dengan melakukan pelarangan ekspor terlebih dahulu agar negara lain bisa masuk ke Indonesia. 

"Kita penghasil timah tetapi negara lain yang menentukan harga timah, saya sampai bingung. Ini kita yang pintar atau pintar-pintar bodoh atau kita yang di tipu-tipu," kata Bahlil. 

Bahlil menceritakan, adanya larangan ekspor nikel yang dilakukan sebelumnya memang membuat Indonesia di gugat WTO. Namun Ia mengaku berhasil membangun hilirisasi dengan masuknya investor yang menggarap nikel di Indonesia. 

Mulai dari perusahaan asal Korea Selatan LG, dan CATL perusahaan asal China yang akan membangun ekosistem nikel mulai dari mining (penambangan), pembangunan smelter, prekusor, katoda, baterai sel hingga mobil listrik.

Hal tersebut memberikan nilai tambah untuk pendapatan nikel. Jika sebelum dilakukan hilirasi atau hanya melakukan ekspor nikel, negara hanya mendapatkan USD3,4 miliar pada tahun 2018. Maka pada tahun 2021 angkanya naik menjadi USD20,5 miliar. 

"Tahun 2022, saya target bisa mencapai USD30 miliar supaya naik menjadi 10 kali lipat," pungkasnya.

 

Artikel ini telah diterbitkan di halaman iNews.id dengan judul "Larang Ekspor Timah, Bahlil: Indonesia Tak Takut Dibawa ke WTO"

 

Editor : Muri Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut