PANGKALPINANG, lintasbabel.id - Saksi Ahli Forensik dan Ahli Agraria dihadirkan dalam sidang perkara dugaan pemalsuan surat tanah dalam bentuk Surat Keterangan Hak Usaha Atas Tanah (SKHUAT) Nomor 40 Tahun 1996, dengan terdakwa Bastian Zulkifli. Sidang digelar Pengadilan Negeri Pangkalpinang, Rabu (20/7/2022).
Sidang diawali dengan mendengarkan keterangan Ahli Forensik dari Polda Sumsel, Reza. Menurutnya, pihaknya lebih dulu meminta Penyidik Polda Babel untuk membantu mengecek SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996, milik terdakwa Bastian Zulkifli khususnya keaslian tanda tangan dan cap yang ada di SKHUAT tersebut.
Dia mengatakan, dari hasil forensik yang dilakukan tim, tanda tangan SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996 milik terdakwa Bastian Zulkifli dinyatakan tidak otentik.
“Ya kesimpulannya itu tanda tangan tidak langsung. Tapi ini bukan merupakan printer tinta, tapi menggunakan printer satu warna terhadap tanda tangan, hanya hitam saja,” kata Reza.
Namun, Reza menyebut tanda tangan atau cap yang ada di SKHUAT miliki terdakwa asli atau palsu. Hanya saja dia menegaskan bahwa tanda tangan SKHUAT tersebut bukan tanda tangan konvensional atau tanda tangan tidak langsung.
Reza memastikan, dalam melakukan pemeriksaan, pihaknya sudah melaksanakan sesuai standar operasional presdur (SOP), sehingga kesimpulan dari hasil pemeriksaan tersebut sesuai dengan permintaan.
“Jadi dalam melakukan pemeriksaan ini kami sudah sesuai dengan Perkap Nomor 10 tahun 2009 tentang tata cara dan persyaratan permintaan pemeriksaan teknis kriminalistik tempat kejadian perkara dan laboratoris kriminalistik barang bukti kepada laboratorium Forensik Polri. Makanya, kalau ditanya kapan pembuatan tanda tangan dan cap itu, kita belum bisa melakukannya, mungkin kedepan ada teknologi untuk mengecek itu,” ujar Reza.
Sementara, Ahli Agraria Dr Udin Narsudin, dalam keterangannya menegaskan SKHUAT Nomor 40 Tahun 1996 milik terdakwa Bastian Zulkifli batal demi hukum setelah adanya Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Nomor 10 Tahun 2014 tentang Izin Membuka Tanah Negara (IMTN). Sebab, kata Udin, setelah perda itu diterapkan mestinya terdakwa harus menaikkan status kepemilikan lahan tersebut dengan sertifikat.
“Dan hal itu tidak dilakukan terdakwa. Jadi berdasarkan perda itu, kita simpulkan bahwa SKHUAT terdakwa tidak memiliki kekuatan lagi atau dengan sendirinya tidak diakui lagi atau batal demi hukum, kecuali sebelum lima tahun berjalan perda itu, terdakwa mengajukan kembali permohonan hak atas tanah negara,” kata Udin.
Menanggapi keterangan dua ahli ini, terdakwa Bastian sempat merasa keberatan dengan keterangan ahli. Bahkan terdakwa sempat melayangkan beberapa pertanyaan kepada ahli. Hanya saja, secara umum dirinya mengaku tidak tahu dengan keterangan ahli.
“Saya tidak tahu yang mulia,” ucap Bastian.
Editor : Muri Setiawan