BANGKA BARAT, Lintasbabel.iNews.id - Warga Desa Air Nyatoh, Kecamatan Simpang Teritip, Bangka Barat (Babar), Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), sempat melakukan protes terkait perjanjian sejumlah kelompok tani dengan pengusaha, pada Rabu (22/5/2024) lalu.
Warga merasa keberatan dengan beberapa poin yang tertuang pada surat perjanjian itu. Sejumlah warga khawatir terjadi praktik mafia tanah, untuk menjual beli lahan dengan kedok perkebunan, antara 30 warga dengan pihak pengusaha.
Dari protes warga tersebut, pihak yang mendukung rencana dibukanya perkebunan kelapa sawit seluas 60 hektare dikabarkan telah melakukan revisi surat perjanjian dengan swasta dan pemerintah desa.
Di dalam surat perjanjian baru, tertuang nama Ketua Kelompok Tani Sawit Rezki Kurniawan, Kades Airnyatoh Suratno dan Perwakilan Pihak Swasta, Agus. Dari lima poin yang dirilis meski belum ditandatangani masing-masing pihak, poin 1, 3, 4 dan 5 sudah direvisi.
Kalau dibandingkan dengan perjanjian kemarin, sepertinya tak lagi mengarah terjadinya dugaan praktik mafia tanah. Pertama menyatakan bahwa benar kami telah membentuk kelompok tani sawit yang beranggotakan sebanyak 30 orang dengan nama-nama anggota.
Dalam kurung sebagaimana terlampir yang merupakan bagian tidak terpisahkan pada surat ini. Yang akan kami daftarkan kepada Pemdes Airnyatoh. Kedua, bahwa benar kami telah menggarap lahan di hutan APL dengan luas sekitar 60 hektare.
Dengan masing-masing pembagian 2 hektare per orang. Ketiga, selanjutnya di atas lahan tersebut akan kami pergunakan sebagai tempat kebun sawit. Yang bekerjasama dengan pihak swasta selama masa perjanjian 30 tahun.
Keempat, adapun bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud di poin ketiga di atas, dengan rincian sebagai berikut. Poin a kelompok tani sawit meminjam dana kepada pihak swasta dengan jumlah nominal yang telah disepakati dari mulai biaya penggarapan lahan.
Penanaman, pengadaan bibit sawit dan penanaman, pemupukan, perawatan sampai masa panen. Poin b, apabila sawit telah panen, maka kelompok tani berhak memotong uang pinjaman yang telah dipinjamkan ke masing-masing anggota kelompok sebesar 45%.
Dan selalu dipotong pada setiap kali masa panen buah sawit. Poin c, apabila dalam masa 30 tahun kelompok tani sawit tidak bisa mengembalikan uang pinjaman kepada pihak swasta, maka pihak kelompok tani bersedia mengembalikan jumlah uang yang telah dipinjamkan kepada pihak swasta.
Poin d, apabila sudah selesai penanaman sawit, maka masing-masing dalam pembagian persil di atas lahan tersebut selanjutnya akan dibuatkan surat masing-masing 2 hektare atas nama anggota. Dalam perjanjian kelima, hampir sama dengan sebelumnya.
Bunyinya, dengan adanya kerja sama pembukaan kebun sawit tersebut, selanjutnya pihak swasta bersedia memberikan bantuan CSR. Untuk masyarakat melalui Pemdes Airnyatoh dengan jumlah yang memadai.
Ketika dikonfirmasi wartawan, Kades Airnyatoh, Suratno tak menampik kalau ada dua poin surat perjanjian yang dibuat kemarin memicu persoalan. Maka dari itu, warga yang menolak rencana pembukaan perkebunan kelapa sawit itu meminta revisi ulang.
"Jadi itu dibuat oleh kelompok tani (surat perjanjian lama) dengan isi perjanjian ada dua poin yang tidak setuju kemarin. Setelah itu warga minta revisi ulang, jadi untuk hari ini kita musyawarah untuk menentukan rapat selanjutnya perubahan surat perjanjian," ujarnya, Senin (27/5/2024).
Namun meskipun sudah terjadi protes dari sejumlah warga, Kades Air Nyatoh belum mau melibatkan Pemerintah Kabupaten, baik dari Dinas Pertanian maupun dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bangka Barat.
"Masalah ini tidak sampai disitu (Dinas) bakal kita selesai di tingkat desa. Belum kita legalkan, karena belum ada tumbuhan juga di hutan itu, dan jika di desa juga harus ada tumbuhan baru kita mau legalkan. Akan kita selesai secara musyawarah," ucapnya.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait