BANGKA, Lintasbabel.iNews.id - Nanggok, merupakan cara tradisional warga di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) menangkap ikan dan udang di sungai. Cara ini sarat dengan nilai gotong royong dan hanya bisa dilakukan di saat musim kemarau tiba.
Salah satunya yang sering dilakukan masyarakat Desa Puding Besar Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Babel berikut ini.
Kepala Desa Puding Besar, Indra mengatakan, kegiatan ini dilakukan setiap satu tahun sekali pada saat musim kemarau tiba.
"Intinya, kegiatan pada siang hari ini dapat kita lihat dan kita nampak dengan mata, ini rutinitas kita setiap tahun, satu kali, ini kegiatan kita kalau bahasa kampung biasanya nanggok, nanggok itu mencari ikan dengan wareng," kata Indra, Selasa (21/2/2023).
Lebih lanjut ia menuturkan, masyarakat akan bergotong royong menghadang air agar memepermudah proses penangkapan ikan, dengan alat tangkap tradisional.
Kegiatan ini dimulai dengan berjalan menyusuri perkebunan, semak dan hulu sungai. Lalu masyarakat bergotong-royong nebat air atau menghadang air dengan terpal dan kayu sebagai penopangnya.
Nebat biasanya dilakukan di salah satu anak aliran sungai, untuk menahan laju air sehingga debit air di hilir menjadi berkurang.
Setelah ada aba-aba dari orang yang dituakan, ratusan warga lalu berbondong-bondong masuk ke sungai untuk menangkap ikan maupun udang, yang dilakukan secara tradisional dengan alat tangkap terbuat dari wareng.
Cara menangkap ikan ini oleh masyarakat Bangka dikenal dengan istilah nanggok. Nanggok di sungai seperti ini hanya bisa dilakukan satu kali dalam setahun, dan dilakukan ketika air sungai mulai surut akibat cuaca panas atau musim kemarau.
Pria dan wanita serta anak-anak berbaur menjadi satu meramaikan momen langka ini. Bagi yang beruntung dan berjuang sungguh-sungguh, maka dia lah yang akan mendapatkan hasil maksimal.
Berbagai macam ikan air tawar seperti ikan gabus, ikan baong, udang gala dan lainnya berhasil ditangkap warga.
"Ini kami lagi ada acara tahunan saat musim kemarau setiap tahun kayak gini, ada udang, ikan ada macam-macam," kata salah satu warga bernama Mila.
Ia menuturkan, ikan tersebut akan dibuat untuk lauk makan di rumah untuk dikonsumsi sehari-hari maupun dijual.
Tradisi tahunan semacam ini, dulunya sering dilakukan oleh warga di sejumlah daerah di Pulau Bangka. Namun, seiring perkembangan zaman, kegiatan ini sudah jarang dilakukan masyarakat, karena banyaknya alih fungsi lahan, baik untuk perkebunan sawit maupun pertambangan timah.
Padahal, tradisi seperti ini harus dilestarikan sebab kental akan nilai gotong royong. Kebersamaan, keakraban bahkan ajang silaturrahmi antar warga. Dalam acara ini, warga dilarang menggunakan racun untuk menangkap ikan, dan akan mendapat sanksi berat bagi pelaku jika nekat menangkap ikan menggunakan cara yang dilarang.
Editor : Muri Setiawan
Artikel Terkait