get app
inews
Aa Text
Read Next : Kunci Sukses Generasi Z dalam Persaingan Global Era 5.0

Kebijaksanaan Kolektif: Membangun Sistem Hukum yang Responsif dan Berkeadilan Melalui Kearifan Lokal

Kamis, 08 Mei 2025 | 16:14 WIB
header img
Fakultas Hukum Universitqs Lampung

Penulis: Naufal Rizqi & M. Kenan Nabil. H

 

LAMPUNG, Lintasbabel.iNews.id - Di tengah rumitnya tantangan hukum modern, kearifan lokal muncul sebagai fondasi alternatif untuk membangun sistem hukum yang lebih responsif dan berkeadilan. 

Alih-alih terjebak dalam friksi norma formal dan ideal moral, kekayaan budaya serta kearifan lokal Indonesia menyimpan potensi besar sebagai strategi hukum yang lebih adil dan bijaksana. 

Menggali keragaman ini memungkinkan akumulasi nilai, norma, dan praktik komunitas sebagai pijakan signifikan untuk memperkaya hukum.

Realitas kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk seringkali diwarnai oleh tantangan dalam mewujudkan keadilan yang dirasakan oleh seluruh elemen bangsa. 

Hal ini digambarkan dengan jelas seperti pada kasus sengketa lahan antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan atau pertambangan.

Hal ini menunjukkan bagaimana hukum kadang kurang berorientasi pada izin dan kepastian investasi, sehingga mengabaikan dan kurang mengakomodasi sistem pengelolaan sumber daya alam tradisional yang telah teruji secara turun-temurun dan memiliki kearifan ekologis yang mendalam (Gunawan dkk., 1998). 

Putusan pengadilan sering dianggap kurang mempertimbangkan hak-hak komunal dan pengetahuan tradisional dalam menjaga keseimbangan lingkungan.

Bertolak dari identifikasi tersebut, terpendam potensi besar yang dapat dimaksimalkan pada kearifan lokal tertentu. Tulisan ini kemudian mengarah pada pengembangan strategi kebijaksanaan kolektif, yang berpijak pada kekuatan besar yang tersimpan dalam kearifan lokal nusantara. Strategi ini memungkinkan sistem hukum nasional yang berpotensi signifikan dalam meningkatkan responsivitas hukum terhadap kebutuhan masyarakat, menciptakan inklusivitas yang lebih nyata bagi seluruh kelompok, serta mewujudkan keadilan yang lebih substantif bagi lapisan bangsa.

Bagaimana Kearifan Lokal Membangun “Kebijaksanaan Kolektif”?

Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, praktik kearifan lokal yang relevan dapat dilihat dalam tatanan kehidupan masyarakat adat Baduy di Provinsi Banten. Masyarakat Baduy, yang terbagi menjadi Baduy Dalam dan Baduy Luar, secara ketat memegang teguh filosofi pikukuh atau aturan adat yang mengatur seluruh aspek kehidupan mereka, termasuk interaksi dengan alam (Suparmini dkk., 2013). 

Lebih lanjut, Suparmini dkk., (2013) menjelaskan bahwa bagi mereka, hutan bukan sekedar sumber daya ekonomi, melainkan leuweung titipan (hutan titipan) yang harus dijaga kelestariannya untuk generasi mendatang.

Sistem pengelolaan lahan dan hutan Baduy didasarkan pada prinsip ulah ruksak leuweung, buyut bakal pundung (jangan merusak hutan, leluhur akan marah), mencerminkan pandangan holistik bahwa alam dan leluhur memiliki keterkaitan spiritual yang kuat. Keputusan terkait pemanfaatan sumber daya alam, seperti pengambilan hasil hutan non-kayu atau pembukaan lahan untuk berladang, dilakukan secara komunal melalui musyawarah yang dipimpin oleh pu’un (pemimpin adat). 

Batasan-batasan yang jelas diterapkan, misalnya larangan menebang pohon besar di hutan inti (Baduy Dalam) atau praktik ladang berpindah adalah cara agar kelestarian alam tetap terjaga.

Kontrasnya Hukum Modern dalam Menciptakan Keadilan

Melihat lebih jauh, tentang bagaimana hukum modern bekerja tentu memiliki beberapa titik lemah serta kontras dalam menciptakan keadilan bagi banyak pihak. 

Dalam konteks pengelolaan sumber daya alam, hukum modern cenderung lebih berorientasi pada kepastian hukum, izin, dan hak kepemilikan individu atau korporasi sehingga menutup gerbang keadilan bagi kepentingan banyak orang. 

Hukum modern seringkali melihat alam sebagai komoditas yang dapat dieksploitasi demi pertumbuhan ekonomi, dengan penekanan pada regulasi yang memfasilitasi investasi dan produksi (Hutajulu dkk., 2024). 

Sebagai contoh adalah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dianggap mempermudah investasi dan produksi, terutama di sektor ekstraksi, acap kali berimbas langsung pada perlindungan lingkungan dan hak-hak masyarakat adat (CNBC, 2024). 

Beberapa pasal kontroversial seperti perubahan dalam proses perizinan lingkungan (AMDAL) yang dianggap lebih longgar, serta ketentuan terkait penggunaan lahan yang berpotensi mengurangi perlindungan terhadap kawasan hutan dan lahan gambut.

Saatnya “Kebijaksanaan Kolektif” memainkan perannya

Dengan mengintegrasikan kearifan lokal ke dalam hukum modern, strategi Kebijaksanaan Kolektif dapat menjadi jawaban dalam meningkatkan efisiensi sistem hukum yang lebih responsif dan berkeadilan. 

Strategi ini menyediakan solusi penyelesaian sengketa yang lebih cepat, murah, dan dapat diterima secara luas di tingkat komunitas. Namun, tantangan dalam pengimplementasiannya terletak pada harmonisasi nilai-nilai kearifan lokal yang beragam dengan prinsip-prinsip universal hukum modern serta mengatasi resistensi dari sistem yang mapan. 

Strategi pengimplementasinya dapat meliputi pengakuan formal terhadap mekanisme penyelesaian sengketa adat, adopsi nilai-nilai kearifan lokal dalam pembentukan peraturan perundang-undangan di tingkat lokal bahwa nasional.

Kesimpulan

Strategi kebijaksanaan kolektif dapat menjadi alternatif yang mumpuni dalam menengahi konflik dan dinamika kehidupan masyarakat Indonesia.

Tercermin dari berbagai kearifan lokal seperti filosofi hidup masyarakat Baduy dalam pengelolaan sumber daya alam, menciptakan peluang dan potensi besar untuk merevitalisasi sistem hukum modern. 

Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip kebijaksanaan kolektif yang berakar pada nilai-nilai komunal, musyawarah, dan kearifan ekologis, sistem ini dapat bergerak lebih responsif, inklusif, sert berkeadilan secara substantif. 

Meskipun memiliki tantangan tertentu, pengakuan formal terhadap mekanisme penyelesaian sengketa adat dan adopsi nilai-nilai luhur dalam pembentukan hukum adalah langkah krusial dalam mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana tertuang dalam lima sila Pancasila serta mendongkrak keberpihakan pada pembangunan berkelanjutan.

Daftar Pustaka

CNBC. (2024, Oktober). Menolak Lupa, Inilah 7 UU Kontroversial Warisan DPR

Periode 2019-2024. Diakses pada 4 Mei 2025 melalui

https://www.cnbcindonesia.com/research/20241001112734-128-575956/m

enolak-lupa-inilah-7-uu-kontroversial-warisan-dpr-periode-2019-2024

Gunawan, R., Thamrin, J., & Suhendar, E. (1998). Industrialisasi kehutanan dan

dampaknya terhadap masyarakat adat: kasus Kalimantan Timur. Akatiga.

Hutajulu, H., Runtunuwu, P. C. H., Judijanto, L., Ilma, A. F. N., Ermanda, A. P.,

Fitriyana, F., ... & Wardhana, D. H. A. (2024). Sustainable Economic

Development: Teori dan Landasan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Multi Sektor di Indonesia. PT. Sonpedia Publishing Indonesia.

Suparmini, S., Setyawati, S., & Sumunar, D. R. S. (2013). Pelestarian lingkungan

masyarakat Baduy berbasis kearifan lokal. Yogyakarta State University.

Editor : Muri Setiawan

Follow Whatsapp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
Lihat Berita Lainnya
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut