PANGKALPINANG, lintasbabel. Id - Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Bangka Belitung mendesak Gubernur Babel, Erzaldi Rosman menghentikan wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Thorium (PLTT) di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Ketua Umum GMNI Babel, Ahmad Subhan Hafiz mengatakan, bahan baku Thorium merupakan salah satu pembangkit energi nuklir selain uranium. Ia menduga, pemerintah sengaja tidak terbuka terkait potensi bencana yang diakibatkan oleh pembangunan PLTN berbahan baku Thorium, yang direncanakan dibangun di Pulau Gelasa tersebut.
Hafiz menyebutkan, pembangunan proyek berkaitan dengan kepentingan publik sudah sepatutnya berlandaskan asas tata kelola yang baik (Good Governance) yang mengacu kepada tiga pilar yakni transparan, akuntabel, dan melibatkan partisipasi publik.
“Selama ini pemerintah dan PT Thorcon selalu membungkus dengan narasi nuklir hijau. Sedangkan dampak buruk nuklir tidak pernah disampaikan kepada masyarakat. Ini tentu sangat membahayakan keselamatan rakyat dan masa depan Babel,” kata Hafiz, Minggu (15/8/2021).
Hafiz menjelaskan, energi nuklir sudah banyak ditinggalkan negara-negara maju. Tragedi Fukushima telah mengubah pandangan dunia untuk semakin menyadari ancaman radiasi nuklir. Setidaknya tiga tragedi nuklir terparah yakni Chernobyl, Three Mile Island, hingga Fukushima telah menunjukkan publik mengenai dampak buruk nuklir.
Lebih lanjut, ia menuturkan fakta dari tiga tragedi tersebut ialah ledakan reaktor Chernobyl akibat kesalahan manusia (human error) dalam prosedur kerja, Three Mile Island akibat kegagalan infrastruktur, serta Fukushima yang disebabkan oleh gempa bumi. Sehingga, menurutnya tiga fakta tersebut menjelaskan PLTN sangat belum siap didirikan di Indonesia, terutama Bangka Belitung.
Ia juga menyampaikan, berbagai sumber telah menjelaskan berbagai macam bahaya yang ditimbulkan dari radiasi nuklir bagi manusia, diantaranya peradangan paru-paru, kerusakan organ reproduksi, kulit kemerahan, gangguan sistem pencernaan, gangguan pada sumsum tulang, hingga kanker.
“Seharusnya kita belajar dari kesalahan-kesalahan yang telah terjadi. Bahkan, Jepang sebagai salah satu negara paling modern dengan standar keamanan reaktor nuklir yang tinggi, mengalami ledakan nuklir parah yang membuat 45 ton air terkontaminasi zat radioaktif mengalir dari saluran rumah hingga ke lautan dan dapat menyebabkan kanker tulang pada manusia,” ujarnya.
Negara maju seperti Jerman, kata Hafiz, juga telah mengumumkan meninggalkan PLTN. Pemerintah Jerman memutuskan mengganti strategi pengadaan listrik dan menetapkan untuk menghapuskan pemasokan energi atom pada akhir tahun 2022 mendatang.
“Sebuah paradoks kebijakan, ketika negara maju semakin mendorong energi terbarukan yang lebih ekonomis, pemerintah kita malah baru memulai kebijakan pembangunan nuklir,” ujar mahasiswa Universitas Bangka Belitung tersebut.
Selain itu, Hafiz mempertanyakan hasil riset terbaru yang menyebutkan 73% masyarakat Babel menerima pembangunan PLTT. Menurutnya penelitian yang menyangkut keselamatan publik harus transparan dan independen yakni terpisah dari kepentingan investor. Sehingga, peneliti tidak boleh merangkap sebagai promotor nuklir.
“Jangan sampai orientasi riset sudah dulu ditentukan, yakni untuk memastikan masyarakat setuju pembangunan PLTT, sehingga hipotesa riset lebih dulu muncul dibandingkan variabelnya. Mestinya agar mengarah pada public acceptance, perlu dikembangkan budaya demokrasi terkait pemberian informasi sumber dana riset, konsep, hingga variabel yang digunakan untuk menarik hipotesisnya,” ungkap Hafiz.
“Untuk merepresentasikan penerimaan masyarakat Babel terhadap nuklir, haruslah melalui riset berlapis. Dengan tingkat risiko yang sangat tinggi, tidak cukup riset hanya dilakukan di lokasi tapak, haruslah melibatkan partisipasi publik yang lebih luas,” tambahnya.
Pembangunan PLTT, tegas Hafiz, tidak sesuai dengan visi Gubernur untuk mewujudkan ekonomi pasca tambang berbasis pariwisata dan UMKM. Tidak akan banyak tenaga kerja lokal yang terserap dengan adanya PLTT, karena yang dibutuhkan investasi nuklir adalah tenaga ahli. Sehingga masyarakat lokal hanya mengisi ruang tenaga non ahli serta minim terkena multiplier effect yang baik dari pembangunan PLTT.
Hafiz menyampaikan, jika proyek PLTT di Pulau Gelasa terealisasikan, akan menjadikan Babel sebagai provinsi pertama yang berani mempertaruhkan masa depannya hanya demi kepentingan investasi yang ambisius. Oleh karenanya, ia mendesak Gubernur Babel untuk membatalkan rencana pembangunan PLTN berbahan bakar thorium tersebut untuk keselamatan masyarakat Bangka Belitung.
“Belum ada kedaruratan energi di Babel, bahkan tingkat elektrifikasi telah mencapai 100% pada tahun 2017. Artinya kedepan energi nuklir memang bukan diutamakan untuk kepentingan pasokan listrik masyarakat, tetapi untuk sejumlah indutri besar seperti pengolahan sawit dan industri pengolahan mineral yang menjadi tujuan pembangunan PLTN,” katanya.
Editor : Muri Setiawan