KONSEP kemajuan, budaya,pembangunan, dan lain-lain, umumnya sekarang ditanggapi dalam konteks sempit dan terbatas pada hal-hal yang bersifat material dan lahiriah saja.
Pada hakikatnya setiap lembaga negara diberikan ruang untuk mengelola keuangan yang setiap tahunnya dirumuskan melalui kesepakatan bersama, yang dikenal dengan istilah APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara). Sementara itu, terkhusus di tiap-tiap provinsi sering dikenal dengan sebutan APBD.
Secara fungsi, APBD ditujukan untuk membuka lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan efektivitas serta efisiensi perekonomian daerah, yang merujuk pada PP no 12 tahun 2019.
Pada praktiknya, konsentrasi yang berlebihan pada wilayah pembangunan yang bersifat material kerap dijadikan tujuan utama, sehingga hal demikan menjadi faktor pendorong terjadinya pembangunan modern baik mengedepankan prinsip kapitalis maupun sosialis, yang telah melahirkan gejala sosial budaya yang negatif, sekalipun dalam konteks pertumbuhan ekonomi yang pesat.
Melalui keterwakilan masyarakat yang ditugaskan mengisi ruang-ruang penting di lembaga pemerintahan, sudah seharusnya mampu mendorong terjadinya pembangunan yang menyentuh pada hal-hal substansial dan berkedudukan pada insan yang mendasar.
Sebagai ajaran yang haq lagi sempurna, Islam yang telah mengatur umatnya dalam menjalankan kehidupan untuk memandang sesuatu tidaklah memisahkan antara aspek spritual dengan aspek lainnya. Sehingga komitmen yang dituju dalam mengoptimalkan APBD dapat berjalan produktif, mengingat dalam sabdanya Rasulullah SAW mengatakan: "Sebaik-baik manusia di sisi Allah adalah manusia yang paling banyak memberi manfaat kepada manusia lain".
Dalam rinciannya, APBD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) Tahun Anggaran 2022 berjumlah Rp2,1 Triliun, dengan rincian didalamnya meliputi PAD, Belanja Daerah, dan Pembiayaan Daerah. Berdasarkan catatan dari Badan Keuangan Daerah Provinsi Babel pada tahun 2022 melalui Perda no 1 tahun 2022 tentang APBD 2022, anggaran Provinsi Babel tercatat defisit dengan ambang batas Rp152 Miliar.
Berdasarkan jumlah tersebut, seharusnya pemerintah mampu menjawab berbagai persoalan di tengah -tengah masyarakat dengan harapan pemerintah dan stakeholder terkait mampu mengintegralkan fungsi dari APBD dengan merumuskan berbagai program, baik pada bidang pembangunan, pengadaan maupun perawatan dengan mempertimbangkan asas kebermanfaatan.
Secara sederhana, defisit dapat diartikan pengeluaran cenderung lebih besar daripada pendapatan, sehingga hal demikian dapat dikatakan positif mengingat pemerintah telah mampu memaksimalkan anggaran yang tersedia.
Sementara itu, dampak negatif juga berjalan lurus, jika kita tinjau berdasarkan fungsi dari APBD berdasarkan ketentuan yang berlaku. Mengingat Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa per Semester 2 di bulan September 2023 jumlah penduduk miskin di Kepulauan Bangka Belitung dengan persentase 69,69%.
Berdasarkan porsinya, anggaran belanja daerah seharusnya dapat diperuntukan sesuai dengan fungsinya sebagaimana disebutkan dalam PP no 12 tahun 2019 tadi, yang mana ditegaskan secara lugas APBD ditujukan sebagai pendorong agar terjadinya pengentasan kemisikinan. Mengingat kurun beberapa waktu terakhir, APBD hampir sepenuhnya habis diperuntukan untuk birokrasi dan legislatif, membiayai gaji dan tunjangnnya, dan belum lagi jika kita tinjau dari banyaknya pembangunan-pembangunan fisik yang cenderung jauh dari asas kebermanfaatan.
Jika kita menelisik lebih jauh berdasarkan contoh, pada tahun 2017 dirilis melalu Media Indonesia menjelaskan bahwa sebesar Rp420 Miliar anggaran APBD diperuntukan membangun Jembatan Emas dengan tujuan untuk mempermudah masyarakat mempersingkat waktu tempuh dan menjadikan Jembatan Emas sebagai ikon baru.
Namun hal demikian tidak sesuai dengan harapan, mengingat kerap kali di lapangan, jembatan tersebut tidak dapat difungsikan sehingga minim asas kebermanfaatan yang dapat dirasakan masyarakat. Belum lagi setiap tahunnya, Pemprov Babel menganggarkan Rp2 Miliar per tahun melalui APBD untuk biaya perawatan agar kondisi jembatan dapat terus berfungsi.
Berdasarkan hal tersebut, APBD yang diperuntukan untuk kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung sudah seharusnya mampu dirasakan secara menyeluruh dan tepat sasaran di masyarakat, serta pemerintah dapat memfokuskan setiap program dalam meningkatkan sumber daya manusia. Mengingat pengentasan kemiskinan tidak cukup jikalaupun hanya dilakukan melalui giat bantuan sosial saja, justru hal tersebut memicu terjadinya beban anggaran pemerintah, belum lagi kerja-kerja demikian merupakan cara lawas yang kerap kali dipolitisir oleh banyaknya oknum berkepentingan yang mengatasnamakan agenda kemanusiaan untuk dijadikan ladang politik.
Sehingga kedepan, sudah selayaknya untuk digagas program berkelanjutan yang tidak hanya mengedepankan seremonial belaka, akan tetapi dapat bermanfaat pada kehidupan masyarakat. **)
**) Artikel ini merupakan opini yang ditulis oleh Okta Renaldi, Kabid PTKP HMI Cabang Bangka Belitung Raya.
Editor : Muri Setiawan