JAKARTA, lintasbabel.id - Bursa Efek Indonesia (BEI) secara tegas mengumumkan bahwa PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) berpotensi didepak, sebagai perusahaan tercatat di papan utama bursa.
Surat peringatan BEI kepada perseroan mencatat emiten maskapai penerbangan BUMN itu, bakal dihapus jika tidak mengindikasikan adanya pemulihan selama 24 bulan, sejak tanggal suspensi perdagangan (di Pasar Reguler dan Tunai) diteken pada 18 Juni 2021 yang lalu.
Suspensi perdagangan sendiri, sudah memasuki waktu 6 bulan, dan GIAA memiliki waktu tersisa selama 18 bulan ke depan, yang jatuh pada tanggal 18 Juni 2023 untuk merampungkan proses pemulihan perusahaan, baik dari segi finansial, proses hukum, hingga keberlangsungan status perusahaan terbuka.
Berdasarkan Peraturan Bursa Nomor I-I tentang Penghapusan Pencatatan (Delisting) dan Pencatatan Kembali (Relisting) Saham di Bursa, BEI bakal menghapus saham perusahaan apabila memenuhi sejumlah syarat-syarat tertentu.
Pertama, dalam Ketentuan III.3.1.1, delisting dilakukan sejalan dengan kondisi perusahaan terbuka yang mengalami kondisi/peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha secara finansial, hukum, atau terhadap keberlangsungan status sebagai perusahaan terbuka. Perusahaan juga bakal kena delisting apabila tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai.
Kedua, dalam Ketentuan III.3.1.2, saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di Pasar Reguler dan Pasar Tunai, hanya diperdagangkan di Pasar Negosiasi sekurang-kurangnya selama 24 (dua puluh empat) bulan terakhir.
Apabila pemberlakuan suspensi diberlakukan lebih dari 24 bulan, ditambah tidak adanya indikasi pemulihan, maka perusahaan tercatat dimungkinkan bakal didepak dari bursa.
Secara umum, proses delisting dapat dilakukan secara langsung oleh BEI ataupun adanya permohonan delisting dari perusahaan yang tercatat setelah mendapatkan persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Sampai saat ini, GIAA terus memulihkan kondisi kinerja keuangannya di tengah tumpukan utang senilai USD9,8 miliar yang sedang dalam proses restrukturisasi dengan lebih dari 800 kreditur.
Melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), perseroan meyakini proses restrukturisasi menjadi salah satu upaya pemulihan, selain melakukan optimalisasi penerbangan, renegosiasi kontrak, efisiensi ongkos, serta peningkatan kepercayaan diri masyarakat.
"Nantinya kita jelaskan ya," kata Dirut GIAA, Irfan Setiaputra saat dihubungi MNC Portal Indonesia, Selasa (21/12/2021).
Editor : Muri Setiawan